Jakarta

Bandung

Bali

Sesuai dengan UU Pajak Penghasilan (PPh) Penghasilan dari persewaan tanah dan bangunan merupakan objek PPh Final. Demikuan juga, Penghasilan dari penyewaan tempat kos &nbsp;merupakan objek PPh Final. PPh Terhutang atas penghasilan tersebut adalah sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP). DPP penghasilan tersebut adalah sebesar jumlah bruto yang diterima oleh Wajib Pajak (WP). PPh Terhutang tersebut harus disetorkan sendiri oleh WP yang menerima pajak penghasilan paling lama&nbsp;tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. 
 
Catatan: Dalam penghitungan DPP PPh Final sesuai PP-46/2013, penghasilan dari persewaan tanah dan bangunan tersebut harus dikeluarkan (tidak diperhitungkan lagi) karena telah dikenakan PPh Final. 
&nbsp;

Layanan Pelaporan Pajak, PPh 21, PPN, PPh Badan dan PPh Orang Pribadi
Multi NPWP dengan Bukti Penerimaan Elektronik yang Sah.
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Filing Pajakku

Layanan Pembuatan Bukti Potong Unifikasi Pasal 4(2), 15, 22, 23 dan 26 berdasarkan <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12188/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20-%2020/PJ/2021">PER 23/PJ/2020</a>
Lolos Uji Teknis DJP (BA-39/PJ.1234/2021)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Bunifikasi

Platform Buat dan Konfirmasi Wajib Pajak, melalui:
- Registrasi Wajib Pajak
- Validasi NPWP
- Konfirmasi status Wajib Pajak
Lolos Uji Teknis DJP (BA-67/PJ.1234/2020, BA-73/PJ.1234/2020 dan BA-63/PJ.1234/2020)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Konfirmasi Status Wajib Pajak

Aplikasi Pembuatan Kode Billing Bulk (Massal) dan Pembayaran Pajak
Lolos Uji Teknis DJP (BA-176/PJ.1234/2018)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Bill Pajakku

Pajakku sebagai collecting agent DJPb menyediakan layanan pembayaran Pajak, Bea Cukai dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dengan Modul Penerimaan Negara (MPN G3).
MPN Pajakku telah terintegrasi dengan sistem pembuatan kode billing, sehingga bayar pajak kini bisa semudah isi pulsa -tanpa harus ke loket pembayaran.
Lisensi Resmi <a href="https://admin.pajakku.com/main/cms/productDetails/DJPb SK-KEP 159/PB/2020">DJPb SK-KEP 159/PB/2020</a>

Penerimaan Negara Pajakku

Layanan pengolahan seluruh pasal PPh (e-Bupot 21/26 dan Unifikasi) secara menyeluruh, dari proses hitung PPh, buat dan bayar kode billing, hingga pelaporan SPT Masa PPh
Kelola Pajak Penghasilan Bersama Tim, Kapan Saja di Mana Saja
Hemat Waktu dan Tenaga Dengan Pengerjaan Masal
Lolos Uji Teknis DJP (BA No. 9/PJ.10/2016)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

e-Pengolahan Pajak Terpadu

Platform Pengolah dan Pembuat Faktur Pajak dan e-SPT PPN
Real Time Terkoneksi Server DJP
Proses Ratusan Ribu Transaksi Faktur dalam Seketika
Lolos Uji Teknis DJP (BA-94/PJ.1234/2019 dan BA-06/PJ.1234/2020)
Lisensi resmi DJP <a href="https://www.pajakku.com/tax-guide/12502/KEP_DIRJEN_PJK/KEP%20%E2%80%93%20211/PJ/2022">SK KEP-211/PJ/2022</a>

Tarra e-Faktur Pajakku

Pajakku sebagai distributor resmi meterai elektronik Indonesia menyediakan sistem pembelian meterai elektronik (e-meterai) serta pembubuhan secara single maupun pada multi-dokumen sekaligus.
Bagi Pemungut Bea Meterai, juga dapat melaporkan SPT Masa Bea Meterai di aplikasi yang sama.
Selain aplikasi, Pajakku juga menyediakan <a href="https://pajakku.e-meterai.co.id/">portal POS e-Meterai Pajakku</a> yang dapat digunakan siapapun. Pajakku juga menyediakan kesempatan bagi wholesaler untuk bekerja sama

e-Met Pajakku

Sistem yang berfungsi sebagai kertas kerja perpajakan yang terintegrasi dengan aplikasi pengolahan pajak untuk pembuatan Faktur Pajak (Tarra) dan Bukti Potong (e-PPT).
Perekaman data transaksi
Automatic mapping jenis pajak terhutang
Menghitung Kewajiban Perpajakan yang terhutang
Melakukan equalisasi - rekonsiliasi - adjusment
Membuat SPT Tahunan Badan

Sistem Integrasi Perpajakan

Pastikan sertifikat elektronik Anda valid saat melakukan registrasi, serta passphrase yang di input sesuai.

Gunakan e-Bunifikasi untuk pembuatan Bukti Potong Unifikasi sesuai dengan SK KEP-24/PJ/2021

Pajakku distributor Meterai Elektronik resmi bisa beli disini

Perhatian, Pajakku Ganti Nomor Telepon! Kini, nomor telepon Head Office - Cabang dan Support beralih menjadi 0804 1 501 501

Pajakku telah menyediakan fitur e-Bupot 21/26 yang sudah lolos uji teknis sesuai dengan aturan PER-2/PJ/2024

Dear Moderator, 
 
Apakah ada aturan yang mengatur tentang tata cara pengkreditan Bukti Potong? 
Cth: PT.A mempunyai pendapatan sehubungan dengan jasa yang diakui pada Bulan Desember 2016 ke PT.B, PT B baru memotong dan menyerahkan bukti pemotongan pada masa Januari, dengan tanggal pemotongan (dibukti potong) 9 januari 2017, apakah bukti potong tersebut masih dapat dikreditkan pada tahun 2017 atau harus dikreditkan pada tahun 2016? 
 
Mohon pencerahannya 
 
Terimakasih

<div style="text-align: justify;">Kasus di atas dapat dibagi 2 sub kasus, antara lain: 
1. Tanggal Bukti Potong PPh Pasal 23 
2. Tahun Pajak pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23 
 
1. Tanggal Bukti Potong PPh Pasal 23 
PP-96/2010 Pasal 15 ayat 3, antara lain mengatur bahwa: 
&quot;Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhir bulan: 
a. dibayarkannya penghasilan; 
b. disediakan untuk dibayarkannya penghasilan; atau 
c. jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan, 
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.&quot; 
 
selanjutnya, dalam penjelasan dijelaskan bahwa: 
&quot;Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya).&quot;&nbsp; 
 
Dalam kasus di atas, harus ditentukan mana yang terjadi lebih dahulu antara dibayarkannya penghasilan atau jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan (waktu disediakan untuk dibayarkannya penghasilan tidak relevan, karena ini pada umummnya berlaku untuk kasus pembayaran dividen). Apabila salah satu dari kondisi tersebut terjadi pada tahun 2016, maka bukti potong harus diterbitkan pada tahun 2016; demikian sebaliknya. 
 
2. Tahun Pajak pengkreditan Bukti Potong PPh Pasal 23 
PP-96/2010 Pasal 16, antara lain mengatur bahwa: 
&quot;Dalam hal pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 ... dilakukan pada tahun pajak yang berbeda dengan tahun pajak pengakuan penghasilan, maka atas Pajak Penghasilan yang telah dipotong tersebut dapat dikreditkan pada tahun pajak dilakukan pemotongan.&quot; 
 
Berdasarkan hal tersebut, PPh Pasal 23 dikreditkan pada tahun pajak sesuai tanggal Bukti Potong. Sehingga, apabila Bukti Potong tertanggal 31 Januari 2017, maka pengkreditannya dilakukan pada tahun pajak 2017; demikian sebaliknya jika Bukti Potong tertanggal 31 Desember 2016, maka pengkreditannya dilakukan pada tahun pajak 2016. 
 
Referensi: 
<a href="https://www.google.co.id/url?sa=t&amp;rct=j&amp;q=&amp;esrc=s&amp;source=web&amp;cd=1&amp;cad=rja&amp;uact=8&amp;ved=0ahUKEwiFj4z9xcHVAhVBro8KHTmuCXoQFggnMAA&amp;url=http://www.hukumonline.com/pusatdata/downloadfile/lt4d392755a7086/parent/lt4d3927375b384&amp;usg=AFQjCNGwDVgFDjV4vr8yWTDdIFP7kbFyDw">PP-96/2010 Penghitungan Penghasilan Kena Pajak Dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan</a></div>

1. apakah dasar hukum pph pasal 25?

2. bagaimanakah prosedur terbaru pelaporan pph pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi maupun badan agar tidak terkena sanksi administrasi dan denda?

3. karena diberlakukannya PPh Final PP.46 tahun 2013 apakah masih tetap dikenakan pph pasal 25 bagi wajib pajak orang pribadi maupun badan?

1) Dasar hukum angsuran PPh Pasal 25 adalah UU PPh Pasal 25 
UU PPh Pasal 25 ayat 1, antara lain mengatur bahwa: 
&quot;Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayarsendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 
 
2) Untuk menghindari sanksi administrasi bunga dan denda, WP harus melunasi dan melaporkan SPT Masa PPh Pasal 25 tepat waktu. Berikut jatuh tempo pembayaran dan pelaporan SPT Masa PPh Pasal 25: 
Jatuh Tempo Pembayaran 
Sesuai PMK nomor 242/PMK.03/2014 Pasal 2 ayat 8: 
&quot;PPh Pasal 25 harus dibayar paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.&quot; 
 
Jatuh Tempo Pelaporan 
Selanjutnya, sesuai PMK nomor 243/PMK.03/2014 Pasal 10 ayat 1: 
&quot;Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut PPh, wajib melaporkan:... 
PPh Pasal 25 dibayar, dengan menyampaikan SPT Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.&quot; 
dan ayat 3: 
&quot;Wajib Pajak yang melakukan pembayaran PPh Pasal 25 dan telah mendapat validasi dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara dianggap telah menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 sesuai dengan tanggal validasi.&quot; 
 
3) PMK nomor 107/PMK.011/2013 Pasal 9, antara lain mengatur bahwa: 
&quot;Wajib Pajak yang hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final ... tidak diwajibkan melakukan pembayaran angsuran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Pajak Penghasilan.&quot; 
Dengan demikian, apabila WP hanya menerima atau memperoleh penghasilan yang hanya merupakan objek PPh Final sesuai PP-46/2013, maka WP tersebut tidak diwajibkan melakukan pembayaran PPh Pasal 25. 
 
Referensi
<ol>
 <li><a href="https://www.google.co.id/url?sa=t&amp;rct=j&amp;q=&amp;esrc=s&amp;source=web&amp;cd=1&amp;cad=rja&amp;uact=8&amp;ved=0ahUKEwikiLjg6MfVAhXKuY8KHY3OAYsQFggnMAA&amp;url=http://www.pajak.go.id/sites/default/files/UU-PPh-001-13-UU%20PPh%202013-00%20Mobile.pdf&amp;usg=AFQjCNEWQPEhtAH0a4Fm0DrMAHxjh_lf2g">UU Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008</a></li>
 <li><a href="https://www.google.co.id/url?sa=t&amp;rct=j&amp;q=&amp;esrc=s&amp;source=web&amp;cd=2&amp;cad=rja&amp;uact=8&amp;ved=0ahUKEwikxsHt6MfVAhXEYo8KHZscBUAQFggvMAE&amp;url=http://eodb.ekon.go.id/download/peraturan/permen/keuangan/PMK_242_2014.pdf&amp;usg=AFQjCNHaUC78s2vH75SMcywGPJpsgYHpHA">PMK nomor 242/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak</a></li>
 <li><a href="http://ketentuan.pajak.go.id/index.php?r=aturan/rinci&amp;idcrypt=oJmlnqM=">PMK nomor 243/PMK.03/2014 tentang Surat Pemberitahuan (SPT)</a></li>
 <li><a href="http://www.jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2013/107~PMK.011~2013Per.HTM">PMK nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan PajaknPenghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu</a></li>
</ol>

Dear Pajakku, 
Apakah seorang pegawai dapat dianggap sebagai pengurus dan menandatangani SPT? 
Apabila dapat, apakah prosedur yang harus dipenuhi? 
 
Terima Kasih

Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE - 02/PJ/2017 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 229/PMK.03/2014 tentang Persyaratan Serta Pelaksanaan Hak Dan Kewajiban Seorang Kuasa, Bagian E Angka 4 antara lain mengatur bahwa: 
 
&quot;Para pihak yang dapat melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak tanpa perlu adanya surat kuasa khusus karena bertindak sebagai wakil Wajib Pajak adalah sebagai berikut: 
Pengurus merupakan orang yang bertanggung jawab penuh atas kepengurusan badan untuk kepentingan badan dan sesuai maksud dan tujuan badan, serta dapat mewakili badan baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang dibuktikan dengan dokumen berupa akta pendirian dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. Termasuk dalam pengertian pengurus untuk Wajib Pajak Badan adalah orang yang terbukti nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan serta orang yang diberi wewenang untuk menjalankan pengurusan perusahaan untuk kepentingan perusahaan sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan, di mana kedua hal tersebut dibuktikan dengan surat keterangan dari pimpinan yang berwenang yang menjelaskan keadaan demikian. Dalam hal ini, tidak diperlukan adanya surat kuasa khusus dalam rangka melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak Badan tersebut. Orang yang termasuk dalam pengertian pengurus tersebut dapat menjabat sebagai komisaris, pemegang saham mayoritas atau pengendali, pemegang saham, karyawan Wajib Pajak Badan, atau pihak lain, sepanjang terbukti bahwa orang tersebut nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan.&quot; 
 
Dengan demikian, karyawan dapat dianggap sebagai pengurus dan penandatangan SPT sepanjang dapat dibuktikan bahwa ybs. secara nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan. 
 
Apa persyaratan formal yang harus dipenuhi? 
Aturan di atas mensyaratkan bahwa pengurus tersebut harus menunjukkan surat keterangan dari pimpinan yang berwenang yang menjelaskan keadaan bahwa&nbsp;ybs. secara nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijaksanaan dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan kegiatan perusahaan. 
&nbsp;

Dear Pajakku, 
 
Pada Bulan Februari 2017, terjadi kesalahan pada pembuatan idbilling seharusnya 411211-100 (PPN DN) menjadi 411121-100 (PPH21) dan telah terlanjur disetorkan. WP mengajukan pemindahbukuan dari 411121 (PPH21) &nbsp;masa Februari'17 ke masa Mei'2017 dengan kode jenis pajak 411211-100 (PPN DN) dan telah mendapatkan Bukti Pemindahbukuan dari KPP, Namun pada masa Mei'2017, ternyata PPN L/B yang mengakibatkan tombol SSP pada Aplikasi Efaktur tidak bisa diklik (PBK tidak bisa diinput). Bagaimana solusi untuk permasalahan tersebut? Apakah WP harus mengajukan PBK ke masa pajak yang lain? 
 
Mohon pencerahannya. 
 
Terimakasih

<div style="text-align:center">Panduan Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak 
&nbsp;</div>

<div style="text-align:justify">Format Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas) digit, yaitu: 
A. 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi; 
B. 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status; dan 
C. 13 (tiga belas) digit berikutnya adalah Nomor Seri Faktur Pajak. 
Berikut tatacara penomoran Faktur Pajak. 
 
&nbsp;</div>

<div style="text-align:center">A. 2 (dua) Digit Pertama/ Kode Transaksi</div>

<div style="text-align:justify">Kode Transaksi 01 
digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.Kode ini digunakan dalam hal bukan merupakan jenis penyerahan sebagaimana dimaksud pada kode 04 sampai dengan kode 09.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 02&nbsp; 
digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Bendahara Pemerintah yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Bendahara Pemerintah.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 03 
digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP kepada Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah) yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN Lainnya (selain Bendahara Pemerintah). Pemungut PPN Lainnya selain Bendahara Pemerintah, dalam hal ini adalah Kontraktor Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Minyak dan Gas, Kontraktor atau Pemegang Kuasa/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi, Badan Usaha Milik Negara atau Wajib Pajak lainnya yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN, termasuk perusahaan yang tunduk terhadap Kontrak Karya Pertambangan yang di dalam kontrak tersebut secara lex specialist ditunjuk sebagai Pemungut PPN.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 04 
digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang menggunakan DPP Nilai Lain yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 05 
Kode ini tidak digunakan.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 06 
digunakan untuk penyerahan lainnya yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP, dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16E Undang- Undang Pajak Pertambahan Nilai.</div>

<div style="text-align:justify">Kode ini digunakan atas penyerahan BKP dan/atau JKP selain jenis penyerahan pada kode 01 sampai dengan kode 04 dan penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing), antara lain: 
a. Penyerahan yang menggunakan tarif selain 10%. 
b. Penyerahan hasil tembakau yang dibuat di dalam negeri oleh Pengusaha Pabrik hasil tembakau atau hasil tembakau yang dibuat di luar negeri oleh importir hasil tembakau dengan mengacu pada ketentuan yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 62/KMK.03/2002 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atasPenyerahan Hasil Tembakau. 
c. Penyerahan BKP kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) oleh PKP Toko Retail yang ditunjuk, terkait dengan penerbitan Faktur Pajak Khusus.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 07 
digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP). Kode ini digunakan atas Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Ditanggung Pemerintah (DTP), berdasarkan peraturan khusus yang berlaku, antara lain: 
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Bea Masuk, Bea Masuk Tambahan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dan Pajak Penghasilan Dalam Rangka Pelaksanaan Proyek Pemerintah Yang Dibiayai Dengan Dana Pinjaman/Hibah Luar Negeri. 
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan bagi Pengusaha Kena Pajak Berstatus Entrepot Produksi Tujuan Ekspor (EPTE) Dan Perusahaan Pengolahan Di Kawasan Berikat (KB). 
c. Ketentuan yang mengatur mengenai Tempat Penimbunan Berikat. 
d. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Perpajakan diKawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu. 
e. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Avtur Untuk Keperluan Penerbangan Internasional. 
f. Ketentuan yang mengatur mengenai Toko Bebas Bea. 
g. Ketentuan yang mengatur mengenai Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah Atas Penyerahan Bahan Bakar Nabati Di Dalam Negeri. 
h. Ketentuan yang mengatur mengenai Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan, dan Cukai Serta Pengawasan Atas dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Serta Berada Di Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. 
i. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pengawasan, Pengadministrasian, Pembayaran, serta Pelunasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Pengeluaran dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Kawasan Bebas Ke Tempat Lain Dalam Daerah Pabean dan Pemasukan dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Tempat Lain Dalam Daerah Pabean Ke Kawasan Bebas. 
j. Ketentuan yang mengatur mengenai Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang Ke dan Dari Kawasan Yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 08 
digunakan untuk penyerahan BKP dan/atau JKP yang mendapat fasilitas Dibebaskan dari pengenaan PPN. Kode ini digunakan atas penyerahan yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan PPN, berdasarkan peraturan khusus yang berlaku antara lain: 
a. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 
b. Ketentuan yang mengatur mengenai Impor dan/atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu yang Bersifat Strategis yang Dibebaskan dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai. 
c. Ketentuan yang mengatur mengenai pemberian pembebasan Pajak Pertambahan Nilai dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah kepada Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional serta pejabatnya</div>

<div style="text-align:justify"> 
Kode Transaksi 09 
digunakan untuk penyerahan Aktiva Pasal 16D yang PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP. 
b. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '01' adalah penyerahan yang terutang PPN dan PPNnya dipungut oleh PKP Penjual yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP yang jenis penyerahannya tidaktermasuk dalam kategori: 
1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04); 
2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau 
3) penyerahan Aktiva Pasal 16D (Kode 09). 
c. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi '02' atau '03' adalah penyerahan kepada Pemungut PPN yang PPNnya dipungut oleh Pemungut PPN, termasuk atas penyerahan dalam kategori: 
1) penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain (Kode 04); 
2) penyerahan lainnya dan penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri (turis asing) (Kode 06); dan/atau 
3) penyerahan-Aktiva Pasal 16D (Kode 09). 
d. Dalam hal atas penyerahan kepada Pemungut PPN, PPN yang terutang dikecualikan dari pemungutan oleh Pemungut PPN, maka kode transaksi yang digunakan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir b di atas. 
e. Penyerahan yang mendapat fasilitas PPN tetap menggunakan Kode Transaksi '07' atau '08', termasuk penyerahan kepada Pemungut PPN. 
 
&nbsp;</div>

<div style="text-align:center">&nbsp;</div>

<div style="text-align:center">B. 1 (satu) Digit Ketiga /Kode Status pada Faktur Pajak</div>

<div style="text-align:justify">a. Kode Status, diisi dengan ketentuan sebagai berikut: 
1) 0 (nol) untuk status normal; 
2) 1 (satu) untuk status penggantian. 
b. Dalam hal diterbitkan Faktur Pajak pengganti ke-2, ke-3, dan seterusnya, maka Kode Status yang digunakan Kode Status '1'. 
 
&nbsp;</div>

<div style="text-align:justify">&nbsp;</div>

<div style="text-align:center">C. 13 (tiga belas) digit terakhir/Nomor Seri Faktur Pajak.</div>

<div style="text-align:justify">Nomor ini sesuai dengan Nomor Seri Faktur Pajak (NSFP) yang diotorisasi oleh DJP.</div>

Dear Pajakku, 
Mohon penjelasan atas PPh atas Jasa Konstruksi, antara lain: 
1. bilamana dikenakan PPh Final atau PPh Pasal 23/26? 
2. berapa tarif PPh atas masing-masing jenis jasa konstruksi? 
Terima Kasih

Definisi Jasa Konstruksi 
Sesuai dengan PP-51/2008 stdd. PP-40/2009 jo. PMK-187/2008 stdd. PMK-153/2009 
Jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan pekerjaan konstruksi. 
 
&nbsp; 
Jenis-jenis jasa kontruksi antara lain: 
1. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. 
2. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain. 
3. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). 
4. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Pengawasan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. 
 
&nbsp; 
Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Final beserta Tarifnya: 
Sesuai dengan PP-51/2008 stdd. PP-40/2009 jo. PMK-187/2008 stdd. PMK-153/2009, Objek Pajak Penghasilan yang bersifat final beserta tarifnya adalah sebagai berikut: 
1. &nbsp; &nbsp; &nbsp; 2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa dengan kualifikasi usaha kecil; 
2. &nbsp; &nbsp; &nbsp; 4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; 
3. &nbsp; &nbsp; &nbsp; 3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b; 
4. &nbsp; &nbsp; &nbsp; 4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan 
5. &nbsp; &nbsp; &nbsp; 6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. 
&nbsp; 
 
Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Pasal 23 beserta Tarifnya: 
Sesuai dengan PMK-141/2015, Objek Pajak Penghasilan yang bersifat tidak final dan merupakan Objek PPh Pasal 23 adalah sebagai berikut: 
1. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 
2. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; 
Atas jasa konstruksi tersebut di atas yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap dilakukan Pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2%. 
&nbsp; 
 
Jasa Konstruksi yang Dikenakan PPh Pasal 26 beserta Tarifnya: 
Sesuai dengan UU PPh Pasal 26, imbalan sehubungan dengan jasa [termasuk jasa konstruksi], pekerjaan, dan kegiatan yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek Pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. 
Dengan demikian, atas jasa konstruksi yang diserahkan oleh Wajib Pajak Luar Negeri dikenakan tarif yang paling rendah sesuai PPh Pasal 26 (20%) atau Tarif P3B (Tax Treaty). 
 
 
Referensi: 
1. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan stdd. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 
2. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Peraturan Pemerintah Republik IndonesiaNomo r 40 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi 
3. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 153/PMK.03/2009 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/PMK.03/2008 Tentang Tatacara Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan, Dan Penatausahaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi 
4. &nbsp; &nbsp; &nbsp; Peraturan Menteri Keuangan Republik IndonesiaNom or 141/PMK.03/2015 Tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf C Angka 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008

Dear Pajakku, 
 
PT.A menyewa bangunan milik Tuan Anton untuk dijadikan Kantor. Atas Ijin Tuan Anton, pada Bulan Mei 2017 PT.A melakukan renovasi sebesar 15 jta untuk pembuatan pagar baru. 
Pertanyaan : 
1. Secara perpajakan apakah PT. A dapat mengakui pagar baru tersebut sebagai asset? Jika ya, apakah masuk dalam kelompok bangunan? 
2. Jika tidak, apakah biaya pembuatan pagar tersebut dapat dibeban oleh PT A? 
 
Mohon Pencerahannya 
 
Terimakasih 
 
&nbsp;

<div>Terkait dengan hal tersebut di atas, harus diperhatikan perjanjian terkait dengan pembangunan pagar tersebut. Terdapat beberapa kemungkinan antara lain: 
A. Terjadi Penyerahan dari Pihak Penyewa kepada Pihak yang menyewakan 
&nbsp;&nbsp; A.1. Pembangunan Pagar tersebut merupakan bagian dari biaya sewa 
&nbsp;&nbsp; A.2. Pembangunan Pagar tersebut merupakan Pemberian cuma-cuma 
B. Tidak terjadi Penyerahan dari Pihak Penyewa kepada Pihak yang menyewakan, Pagar tersebut tetap milik Pihak Penyewa</div>

<div> 
Sesuai dengan prinsip akuntansi Pihak yang melakukan Penyusutan adalah pihak yang memiliki Aktiva Tetap. Dalam hal terjadi Penyerahan Pagar dari Pihak Penyewa kepada pihak yang menyewakan (kondisi A.1 atau A.2) maka Pihak yang menyewakan berhak menyusutkan, demikian sebaliknya.</div>

<div> 
Menjawab pertanyaan nomor 1, PT A berhak mengakui Pagar tersebut sebagai asset sepanjang tidak terjadi Penyerahan dari Pihak Penyewa kepada Pihak yang menyewakan (kondisi B).</div>

<div> 
Sesuai dengan UU PPB, Bangunan adalah Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan. Contoh: rumah tempat tinggal, bangunan tempat usaha, gedung bertingkat, pusat perbelanjaan, emplasemen, pagar mewah, dermaga, taman mewah, fasilitas lain yang memberi manfaat, jalan tol, kolam renang, anjungan minyak lepas pantai. Sehingga Pagar dapat dikategorikan sebagai bangunan. 
&nbsp;</div>

<div>Menjawab pertanyaan nomor 2, biaya pembangunan pagar dapat dibiayakan oleh sepanjang memenuhi ketentuan UU PPh Pasal 6 ayat 1, antara lain bahwa biaya tersebut mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan yang merupakan objek pajak. Sehingga,&nbsp; biaya pembangunan pagar dapat dibiayakan oleh Pihak Penyewa apabila memenuhi kondisi A.1. 
&nbsp;</div>

Apakah pagar tersebut dapat dikategorikan Bangunan Permanen atau Bangunan Tidak Permanen?

Sesuai dengan Pasal 11 UU PPh ayat (6), yang dimaksud dengan &ldquo;bangunan tidak permanen&rdquo; adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindahpindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun, misalnya barak atau asrama yang dibuat dari kayu untuk karyawan. Sementara itu, Bangunan Permanen adalah bangunan selain Bangunan Tidak Permanen.
&nbsp;

Berdasarkan kriteria di atas, WP dapat mengevaluasi kelompok bangunan mana yang paling sesuai dengan pagar tersebut.

Dear Pajakku, 
 
Apakah WP dapat menggunakan Standar Akuntansi Keuangan selain dari PSAK (misalnya Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik - SAK ETAP, atau SAK lainnya) untuk tujuan Pembukuan Fiskal? Terima Kasih

<div>Sesuai Penjelasan Pasal 28 ayat (7)&nbsp; Undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), pembukuan harus diselenggarakan dengan cara atau sistem yang lazim dipakai di Indonesia, misalnya berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan, kecuali peraturan perundang-undang perpajakan menentukan lain. 
 
Sementara itu ada 4 (empat) Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang berlaku di Indonesia, antara lain: 
1.&nbsp;Standar Akuntansi Keuangan (SAK) 
2.&nbsp;Standar Akuntansi Keuangan Badan Usaha Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) 
3.&nbsp;Standar Akuntansi Keuangan Syariah (SAK Syariah) 
4.&nbsp;Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) 
 
UU KUP tidak secara spesifik menyebutkan SAK mana yang harus diterapkan oleh Wajib Pajak. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat memilih menggunakan salah satu dari SAK sepanjang memenuhi kriteria masing-masing SAK. 
 
Contoh: SAK-ETAP hanya dapat digunakan oleh WP&nbsp; entitas yang tidak memiliki akuntabilitas publik signifikan; dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat kredit. 
&nbsp;</div>

<div>Referensi:</div>

<ol>
 <li>Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara sttd. Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009</li>
 <li>http://iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/home</li>
</ol>

Terima kasih mas Handi atas penjelasannya.

Dear Pajakku, 
 
Perusahaan kami menggunakan jasa konsultan dari Belanda. Pertanyaan adalah apakah subjek pajak luar negeri serta merta dapat menggunakan tarif P3B antara Indonesia dan Belanda apabila seluruh persyaratan administratif (Form DGT-1) sudah dilengkapi? 
 
Terima Kasih

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Selain memenuhi persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Perdirjen nomor PER-10/PJ/2017, Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) penerima manfaat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) juga harus memenuhi persyaratan materiil sebagaimana diatur dalam pasal 8 huruf a dan b &nbsp;Perdirjen nomor PER-10/PJ/2017, antara lain:

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">a. &nbsp;&nbsp;bagi WPLN yang menggunakan Form DGT-1, WPLN harus menyatakan dalam lembar ke-2 formulir tersebut bahwa WPLN mempunyai:

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">motif ekonomi yang relevan terkait pendirian entitas;
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">kegiatan usaha yang dikelola oleh manajemen sendiri dan manajemen tersebut mempunyai kewenangan yang cukup untuk menjalankan transaksi;
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">aset tetap dan tidak tetap, yang cukup dan memadai untuk menjalankan kegiatan usaha di negara mitra atau yurisdiksi mitra P3B selain aset yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">pegawai dengan keahlian tertentu yang sesuai dengan bidang usaha yang dijalankan dalam jumlah yang cukup dan memadai; dan
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">kegiatan atau usaha aktif lainnya selain hanya menerima penghasilan berupa dividen, bunga dan/atau royalti yang bersumber dari Indonesia;
 </li>
</ol>

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">b. &nbsp;&nbsp;&nbsp;bagi WPLN yang menggunakan Form DGT-1 dan WPLN dipersyaratkan sebagai beneficial owner berdasarkan P3B, selain harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, WPLN harus menyatakan dalam lembar ke-3 formulir tersebut bahwa:

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau Nominee; atau
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">bagi WPLN Badan, tidak bertindak sebagai Agen, Nominee, atau Conduit, yang harus memenuhi ketentuan:

 <ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:lower-alpha;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">mempunyai kendali untuk menggunakan atau menikmati dana, aset, atau hak, yang mendatangkan penghasilan dari Indonesia;
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:lower-alpha;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">tidak lebih dari 50% penghasilan digunakan untuk memenuhi kewajiban kepada pihak lain;
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:lower-alpha;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">menanggung risiko atas aset, modal, dan/atau kewajiban yang dimiliki; dan
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:lower-alpha;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">tidak mempunyai kewajiban baik tertulis maupun tidak tertulis untuk memberikan sebagian atau seluruh penghasilan yang diterima dari Indonesia kepada pihak lainnya; dan
 </li>
 </ol>
 </li>
</ol>

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Jadi, karena penghasilan tersebut berupa jasa konsultasi (tidak dipersyaratkan sebagai beneficial owner), penerapan P3B tersebut harus memenuhi kriteria sebagaimana diatur dalam Poin A. 
 
&nbsp;

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Referensi:

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-10/PJ/2017 Tentang Tata Cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda

Dear Pajakku : 
 
1. Apakah renovasi berupa penambahan pagar/ pintu/ sekat pada bangunan (tanpa menambah luas bangunan), termasuk pada KMS yang terutang PPN? 
2. Pada&nbsp;163/PMK.03/2012 pasal 2 ayat 4, ada 3 kriteria KMS yang terutang PPN, apakah ke-3 kriteria ini harus terpenuhi seluruhnya, sehingga KMS terutang Pajak Pertambahan Nilai?&nbsp; 
3. Pada&nbsp;163/PMK.03/2012 pasal 2 ayat 4 point &quot;c. luas keseluruhan paling sedikit 200m2&nbsp;(dua ratus meter persegi).&quot; . Apakah yang dimaksudkan disini adalah luas bangunan yang akan dibangun (Cth: Luas Bangunan sebelumnya 300m2, kemudian diadakan renovasi (pembangunan sehingga luas bangunan menjadi 600m2.)? 
 
Mohon pencerahannya 
 
Terimakasih

<div dir="ltr" id="docs-internal-guid-ec53cfe4-7598-bc5b-a9fc-100a2ed15ce0" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Sesuai Pasal 2 ayat (3) dan (4) PMK Nomor 163/PMK.03/2012:</div>

<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.</div>
&nbsp;

<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Bangunan berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:</div>

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;</div>
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan</div>
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).</div>
 </li>
</ol>
&nbsp;

<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Menjawab pertanyaan di atas:</div>

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;margin-left: -18pt;">
 <div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Renovasi berupa penambahan pagar/ pintu/ sekat pada bangunan (tanpa menambah luas bangunan) tidak memenuhi definisi bangunan sebagaimana diatur dalam ayat (4) khususnya terkait luasan bangunan</div>
 </li>
</ol>
&nbsp;

<ol start="2" style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;margin-left: -18pt;">
 <div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Sesuai dengan kaidah perumusan aturan hukum, sifat kumulatif mengunakan kata &ldquo;dan&rdquo;, sifat alternatif menggunakan kata &ldquo;atau&rdquo;, dan sifat kumulatif sekaligus alternatif menggunakan kata&rdquo; dan atau&rdquo;. Dengan demikian, Persyaratan pada Pasal 2 ayat (4) merupakan syarat kumulatif (harus dipenuhi semuanya)</div>
 </li>
</ol>
&nbsp;

<ol start="3" style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;margin-left: -18pt;">
 <div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">PPN KMS adalah PPN yang terutang atas kegiatan membangun (Pasal 2 ayat (3)) bangunan dengan kriteria bangunan sebagaimana diatur pada Pasal 2 ayat (4). Sehingga, PPN KMS dikenakan atas hanya atas bangunan yang baru dibangun.</div>
 </li>
</ol>
&nbsp;

<div dir="ltr" style="line-height: 1.38; margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt; text-align: justify;">Namun perlu diperhatikan bahwa dalam Pasal 4 ayat (2) diatur bahwa Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun. Artinya, perlu dipastikan bahwa pembangunan penambahan pagar/ pintu/ sekat pada bangunan bukan merupakan bagian dari kesatuan tahapan pembangunan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun.</div>

Dear Moderator, 
 
Dengan asumsi PT B, melakukan kegiatan membangun yang memenuhi kriteria&nbsp;Pasal 2 ayat (3) dan (4) PMK Nomor 163/PMK.03/2012. 
1. PT B telah melakukan Tax Amnesty dan melaporkan seluruh hartanya (termasuk bangunan hasil KMS)pada tahun 2016 kemarin. Apakah PPN KMS tersebut masih menjadi terutang secara peraturan? 
 
 
Terimakasih

Dear Moderator, 
 
Dengan asumsi PT B, melakukan kegiatan membangun yang memenuhi kriteria&nbsp;Pasal 2 ayat (3) dan (4) PMK Nomor 163/PMK.03/2012 yang telah diselesaikan pembangunan pada tahun 2015, namun belum menyetorkan dan melaporkan PPN KMS. 
1. PT B telah melakukan Tax Amnesty dan melaporkan seluruh hartanya (termasuk bangunan hasil KMS)pada tahun 2016 kemarin. Apakah PPN KMS tersebut masih menjadi terutang secara peraturan? 
 
Mohon pencerahannya 
 
Terimakasih

Dalam rangka untuk lebih memberikan keadilan di bidang perpajakan yaitu antara keseimbangan hak negara dan hak warga Negara pembayar pajak, maka Undang-Undang Perpajakan yaitu Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan mengakomodir mengenai berbagai hak-hak Wajib Pajak. 
&nbsp;
&nbsp;

HAK ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. 
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. 
Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara:

<ol>
 <li>melalui Surat Pemberitahuan (SPT)</li>
 <li>dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.</li>
</ol>
Apabila Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan 
&nbsp;
&nbsp;

HAK KERAHASIAAN BAGI WAJIB PAJAK 
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. 
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain:

<ol>
 <li>Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;</li>
 <li>Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;</li>
 <li>Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.</li>
</ol>
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. 
&nbsp;
&nbsp;

HAK UNTUK PENGANGSURAN ATAU PENUNDAAN PEMBAYARAN 
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak. 
&nbsp;

HAK UNTUK PENUNDAAN PELAPORAN SPT TAHUNAN 
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi. 
&nbsp;

HAK UNTUK PENGURANGAN PPh PASAL 25 
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25. 
&nbsp;

HAK UNTUK PENGURANGAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN 
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. 
Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat. 
&nbsp;

HAK UNTUK PEMBEBASAN PAJAK 
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan. 
&nbsp;

HAK PENGEMBALIAN PENDAHULUAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK 
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan. 
&nbsp;

HAK UNTUK MENDAPATKAN PAJAK DITANGGUNG PEMERINTAH 
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah. 
&nbsp;

HAK UNTUK MENDAPATKAN INSENTIF PERPAJAKAN 
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku. 
 
sumber: 
www.pajak.go.id

Dear Pajakku, 
 
Apakah Retur Penjualan (FK) dapat dilakukan di tahun pajak yang berbeda? Cth: penjualan tahun 2016, retur penjualan di tahun 2017. 
 
 
Terimakasih

<div style="text-align: justify;">sesuai Pasal 6 ayat (2) PMK nomor 65/PMK.03/2010: 
&quot;Pengurangan Pajak Masukan, pengurangan harta, atau pengurangan biaya, oleh Pembeli atau Penerima Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dalam Masa Pajak saat terjadinya pengembalian Barang Kena Pajak atau Pembatalan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.&quot; 
 
Tidak ada batasan waktu pelaporan Nota Retur, sehingga dapat dilakukan kapan saja. Tetapi perlu ditekankan bahwa waktu Nota Retur dilaporkan pada masa returnya (bukan masa FP yang diretur) 
 
Referensi: 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2010 Tentang Tata Cara Pengurangan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas Barang Kena Pajak Yang Dikembalikan Dan Pajak Pertambahan Nilai Atas Jasa Kena Pajak Yang Dibatalkan.</div>

Terima kasih pajakku atas update informasinya. Saya bahkan belum ketemu aturan ini di media online.

Pajakku, 
 
Perusahaan kami menyewa kantor di salah satu gedung. Tiap bulan, building management melakukan penagihan yang termasuk biaya sewa, service charge dan reimbursement biaya-biaya. Terkait PPh Final yang harus kami potong, 
1. Apakah biaya service charge (berupa biaya kebersihan, common facility, maintenance dan keamanan) termasuk dalam DPP? 
2. Apakah reimbursement (berupa biaya listrik dan telepon) termasuk juga dalam DPP? 
Mohon disertai dengan dasar hukum agar kami dapat dengan tegas menjelaskan kepada buliding management kami. 
 
Terima Kasih

<div>1) Sesuai dengan KMK Nomor 394/KMK.04/1996KMK stdd. KMK nomor 120/KMK.03/2002 Pasal 2 (2)&gt;</div>

<div> 
&quot;Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun juga yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya dan &quot;service charge&quot; baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.&quot; 
&nbsp;</div>

<div>Dengan demikian, sangat jelas bahwa service charge merupakan unsur DPP PPh Final Pasal 4 ayat (2) 
&nbsp;</div>

<div>2) Terkait pertanyaan nomor 2, harus diakui bahwa hal ini merupakan salah satu objek perdebatan, karena perihal reimbursement air, listrik dan telepon tidak diatur secara tegas pada KMK Nomor 394/KMK.04/1996KMK stdd. KMK nomor 120/KMK.03/2002. 
&nbsp;</div>

<div>Tetapi kita bisa merujuk ke Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 831/PJ.53/2005 untuk mendefinisikan 'service charge'. pada Surat tersebut dijelaskan bahwa: 
 
&quot;Service charge pada dasarnya merupakan balas jasa atas kegiatan pelayanan yang menyebabkan ruangan yang disewa oleh penyewa dapat dihuni sesuai dengan tujuan yang diinginkan oleh penyewa, yang dapat meliputi biaya listrik dan air (untuk &quot;public area&quot;), biaya pemeliharaan dan perawatan gedung serta peralatannya, biaya kebersihan, biaya tenaga keamanan/teknisi, biaya administrasi dan sebagainya.&quot; 
&nbsp;</div>

<div>Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa, sebenarnya reimbursement air, listrik dan telepon merupakan bagian dari 'service charge'. Sehingga, reimbursement air, listrik dan telepon juga merupakan objek PPh Final.</div>

<div> 
Referensi:</div>

<ol>
 <li>Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan/Atau Bangunan</li>
 <li>Keputusan Menteri Keuangan Nomor&nbsp; 120 / KMK.03/ 2002 Tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996 Tentang Pelaksanaan Pembayaran Dan Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah Dan Atau Bangunan</li>
 <li>Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S - 831/PJ.53/2005 Tentang Perlakuan Ppn Atas Tagihan Listrik Dan Air Sebagai Komponen Service Charge Dalam Persewaan Ruangan.</li>
</ol>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Tanggung Jawab Renteng atas PPN dan PPnBM 
&nbsp;

&nbsp;

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Dalam pelaksanaan UU PPN dan PPnBM dimungkinkan bahwa Pembeli BKP atau penerima JKP ikut menanggung PPN dan PPnBM yang kurang/tidak dilaporkan oleh PKP Penjual BKP atau Pemberi JKP. Artikel ini membahas aspek perpajakan tanggung jawab renteng atas PPN dan PPnBM.

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-roman;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Definisi
 </li>
</ol>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">&nbsp;&nbsp; &nbsp;<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Menurut KBBI, renteng didefinisikan sebagai seuntai atau serangkai. Sedangkan berdasarkan glosarium bpk.go.id, tanggung jawab renteng (joint and several liability) adalah tanggung jawab para debitur baik bersama-sama, perseorangan, maupun khusus salah seorang diantara mereka untuk menanggung pembayaran seluruh utang; pembayaran salah seorang debitur mengakibatkan debitur yang lain terbebas dari kewajiban membayar utang.

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<ol start="2" style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-roman;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Dasar hukum: 
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Sesuai Pasal 16 F UU PPN: 
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">&ldquo;Pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran pajak, sepanjang tidak dapat menunjukkan bukti bahwa Pajak telah dibayar.&rdquo; 
 
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Penjelasannya: 
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">&ldquo;Sesuai dengan prinsip beban pembayaran pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pada pembeli atau konsumen barang atau penerima jasa. Oleh karena itu sudah seharusnya apabila pembeli atau konsumen barang dan penerima jasa bertanggung jawab renteng atas pembayaran pajak yang terutang apabila ternyata bahwa pajak yang terutang tersebut tidak dapat ditagih kepada penjual atau pemberi jasa dan pembeli atau penerima jasa tidak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual atau pemberi jasa.&rdquo;
 </li>
</ol>

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<ol start="3" style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-roman;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Pengecualian Tanggung Jawab Renteng atas PPN dan PPnBM 
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Sesuai Pasal 4 ayat (2) PP-1/2012:
 </li>
</ol>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Ketentuan [tanggung jawab] renteng tidak diberlakukan dalam hal:

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li>
 <ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-alpha;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 P<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">ajak yang terutang tersebut dapat ditagih kepada penjual barang atau pemberi jasa; atau
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-alpha;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak dapat menunjukkan bukti telah melakukan pembayaran pajak kepada penjual barang atau pemberi jasa.
 </li>
 </ol>
 </li>
</ol>

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<ol start="4" style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-roman;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Pelaksanaan Penagihan PPN dan PPnBM melalui Mekanisme Tanggung Renteng
 </li>
</ol>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Sesuai Pasal 4 ayat (2) PP-1/2012:

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">&quot;Tanggung jawab renteng ditagih melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.&quot;

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Belum ada Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur lebih lanjut tentang tata cara penagihan PPN dan PPnBM melalui mekanisme tanggung jawab renteng ini.

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<ol start="5" style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:upper-roman;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Kesimpulan:
 </li>
</ol>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">&nbsp;&nbsp; &nbsp;<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Pembeli BKP atau penerima JKP seharusnya berkepentingan untuk memastikan bahwa PPN yang telah dipungut PKP Penjual BKP atau pemberi JKP telah dilaporkan dan disetorkan ke Kas Negara. Apabila &nbsp;PKP Penjual BKP atau pemberi JKP kurang/tidak melaporkan dan menyetorkan PPN maka terdapat kemungkinan bahwa PPN yang Kurang Bayar tersebut ditagihkan ke Pembeli BKP atau Penerima JKP. 
&nbsp;

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">&nbsp;&nbsp; &nbsp;<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Pembeli BKP atau penerima JKP juga dapat menghindari tanggung jawab renteng dengan mendokumentasikan dengan baik pembayaran PPN dan PPnBM kepada PKP Penjual BKP atau pemberi JKP, misalnya melalui mekanisme transfer bank, bukti kuitansi, dll. Dengan demikian, PPN dan PPnBM yang kurang dilaporkan dan disetorkan menjadi tanggung jawab sepenuhnya PKP Penjual BKP atau pemberi JKP.

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:700;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Referensi:

<ol style="margin-top:0pt;margin-bottom:0pt;">
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Undang-Undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah stdd. Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009
 </li>
 <li dir="ltr" style="list-style-type:decimal;font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;">
 <span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2012 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah stdd. Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
 </li>
</ol>

Dear Pajakku, 
Perusahaan kami menerima penghasilan dividen dari Luar Negeri dan telah dipotong PPh sesuai aturan perpajakan di sana. Bukti Potongnya sudah kami terima. Pada tahun ini perusahaan kami menggunakan PP-46/2013 
Pertanyaan: 
1. Apakah atas dividen itu terutang PP-46/2013? 
2. Bisakah bukti potong PPh tersebut kami kreditkan sehingga SPTi LB? 
 
Terima Kasih. 
&nbsp;

<div style="text-align: justify;">1. Sesuai Huruf E angka 3 SE-42/PJ/2013: 
 
&quot;Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada butir 2 huruf b ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:... 
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;... &quot; 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Dengan demikian Pengenaan PPh atas Penghasilan Luar Negeri dikecualikan dari pengenaan PPh Final sesuai PP-46/2013. Dalam hal ini, dividen (yang diterima oleh WP DN Badan) dikenakan PPh sesuai tarif Pasal 17 dengan mekanisme PPh Pasal 25/29. 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">2. Sesuai dengan Pasal 7 PP-46/2013: 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">&quot;Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan pelaksanaannya.&quot; 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Dengan demikian, sangat jelas bahwa pemotongan Pajak di Luar Negeri dapat dikreditkan terhadap PPh Terhutang atas Penghasilan yang dari Luar Negeri, namun harus tetap mengikuti ketentuan sebagaimana di atur dalam UU PPh Pasal 24. 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Referensi:</div>

<ul>
 <li style="text-align: justify;">Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu</li>
 <li style="text-align: justify;">SE-42/Pj/2013 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu</li>
</ul>

Mau tanya untuk skema Dokumen lain saya import pada EFaktur versi 2.0 error ya ETAX-30031 ? 
Apakah ada perubahan template skema import Dokumen lain pada EFaktur versi 2.0 ? 
 
Terima kasih,

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Berikut format kolom untuk export Dokumen Lain pada eFaktur 2.0 yaitu:
&nbsp;

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">DK_DM

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">JENIS_TRANSAKSI

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">JENIS_DOKUMEN

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">KD_JNS_TRANSAKSI

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">FG_PENGGANTI

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">NOMOR_DOK_LAIN_GANTI

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">NOMOR_DOK_LAIN

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">TANGGAL_DOK_LAIN

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">MASA_PAJAK

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">TAHUN_PAJAK

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">NPWP

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">NAMA

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">ALAMAT_LENGKAP

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">JUMLAH_DPP

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">JUMLAH_PPN

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">JUMLAH_PPNBM

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">KETERANGAN

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">FAPR

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">TGL_APPROVAL
&nbsp;

<span style="font-size:11pt;font-family:Arial;color:#000000;background-color:transparent;font-weight:400;font-style:normal;font-variant:normal;text-decoration:none;vertical-align:baseline;white-space:pre-wrap;">Demikian.

&nbsp; 
&nbsp; 
NO&nbsp;NEGARA&nbsp;BRANCH PROFIT TAX&nbsp;DIVIDEN&nbsp;BUNGA &amp; ROYALTI&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;Tarif BPT&nbsp;Pengecualian untuk perusahaan Kontrak Bagi Hasil (KBH)&nbsp;DIVIDEN&nbsp;BUNGA&nbsp;ROYALTI&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;PORTFOLIO&nbsp;PENYERTAAN LANGSUNG&nbsp;Umum&nbsp;Khusus&nbsp;Umum&nbsp;Khusus&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
1&nbsp;Algeria&nbsp;10%&nbsp;Tidak ada&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
2&nbsp;Australia&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10@&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
3&nbsp;Austria&nbsp;12%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
4&nbsp;Bangladesh&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
5&nbsp;Belgium&nbsp;15%&nbsp;Tidak&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
6&nbsp;Brunei Darussalam&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
7&nbsp;Bulgaria&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
8&nbsp;Canada&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
9&nbsp;Czech&nbsp;12,50%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;12,50%&nbsp;-&nbsp;12,50%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
10&nbsp;China&nbsp;10%&nbsp;Tidak ada&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
11&nbsp;Denmark&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;20%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
12&nbsp;Egypt&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
13&nbsp;Finland&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10A&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
14&nbsp;France&nbsp;10%&nbsp;Tidak&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;15%&nbsp;10B&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
15&nbsp;Germany&nbsp;10%&nbsp;Tidak&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10C&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
16&nbsp;Hongkong&nbsp;5%&nbsp;ya&nbsp;10%&nbsp;5%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;5%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
17&nbsp;Hungary&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
18&nbsp;India&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
19&nbsp;Italy&nbsp;12%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10D&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
20&nbsp;Iran&nbsp;7%&nbsp;Tidak ada&nbsp;7%&nbsp;7%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;12%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
21&nbsp;Japan&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10 &nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
22&nbsp;Jordan&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
23&nbsp;Korea Selatan (Korea, Republic of)&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10!&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
24&nbsp;Korea Utara (Korea, Democratic People&rsquo;s Republic of)&nbsp;10%&nbsp;Tidak ada&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
25&nbsp;Kroasia&nbsp;10%&nbsp;ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
26&nbsp;Kuwait&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;5%&nbsp;-&nbsp;20%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
27&nbsp;Luxembourg23&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10"&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;12,50%&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
28&nbsp;Malaysia&nbsp;12.5%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
29&nbsp;Maroko&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
30&nbsp;Mexico&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
31&nbsp;Mongolia&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
32&nbsp;Netherlands&nbsp;9%&nbsp;Tidak&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;20%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;-Renegosiasi&nbsp;9%&nbsp;Tidak&nbsp;15%&nbsp;10$&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;-Renegosiasi II [2]&nbsp;10%&nbsp;Tidak Ada&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
33&nbsp;New Zealand&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
34&nbsp;Norway&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10E&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
35&nbsp;Pakistan&nbsp;10%&nbsp;Tidak ada&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
36&nbsp;Philippines, The&nbsp;20%&nbsp;Tidak ada&nbsp;20%&nbsp;15&&nbsp;15%&nbsp;10S&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
37&nbsp;Poland&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10'&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
38&nbsp;Portugal&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
39&nbsp;Qatar&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;5%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
40&nbsp;Romania&nbsp;12,50%&nbsp;Tidak ada&nbsp;15%&nbsp;12,5(&nbsp;12,50%&nbsp;-&nbsp;12,50%&nbsp;15F&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
41&nbsp;Russia&nbsp;12,50%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
42&nbsp;Saudi Arabia8&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;n/a&nbsp;n/a&nbsp;n/a&nbsp;n/a&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
43&nbsp;Seychelles&nbsp;Tidak ada&nbsp;Tidak ada&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
44&nbsp;Singapore&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;10)&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
45&nbsp;Slovak&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10G&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
46&nbsp;South Africa&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;100&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
47&nbsp;Spain&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;101&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
48&nbsp;Sri Lanka&nbsp;sesuai UU domestik&nbsp;Tidak ada&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
49&nbsp;Sudan&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
50&nbsp;Sweden&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;102&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10H&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
51&nbsp;Switzerland&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;103&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
52&nbsp;Syria&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;20%&nbsp;15I&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
53&nbsp;Taiwan&nbsp;5%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
54&nbsp;Thailand34&nbsp;sesuai UU&nbsp;Tidak ada&nbsp;(RI)15%&nbsp;(RI)&nbsp;&nbsp;&nbsp; 15%&nbsp;(RI) &nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;15P&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;&nbsp;domestik&nbsp;&nbsp;(Thai)25%&nbsp;(Thai) 15%&nbsp;(Thai)25%&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
55&nbsp;Tunisia&nbsp;12%&nbsp;Ya&nbsp;12%&nbsp;12%&nbsp;12%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
56&nbsp;Turkey&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;105&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
57&nbsp;U.A.E&nbsp;5%&nbsp;Tidak&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;5%&nbsp;-&nbsp;5%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
58&nbsp;Ukraine&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;106&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
59&nbsp;United Kingdom&nbsp;10%&nbsp;Tidak&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;-Renegosiasi&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;107&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10Q&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
60&nbsp;United States&nbsp;15%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;10%&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
&nbsp;-Renegosiasi&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;108&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
61&nbsp;Uzbekistan&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
62&nbsp;Venezuela&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;109&nbsp;10%&nbsp;-&nbsp;20%&nbsp;10R&nbsp;&nbsp;&nbsp; 
63&nbsp;Vietnam&nbsp;10%&nbsp;Ya&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp;15%&nbsp;-&nbsp; 
&nbsp;

Dear Pajakku, 
 
1.&nbsp; &nbsp;PT. A&nbsp;menerbitkan Faktur Pajak beserta Invoice pada masa 31 Maret 2017 dengan dasar &quot;email pemesanan&quot; yang diterima dari PT. B. Kemudian pada bulan April, PT. B baru menerbitkan &quot;Purchase Order&quot;, dan meminta agar tanggal faktur pajak tersebut dirubah ke masa April. Bagaimana perlakuan untuk Faktur Pajak yang telah diterbitkan tersebut? 
2.&nbsp; Apakah Penjual berhak untuk menerbitkan Nota Retur? 
 
Mohon pencerahannya 
 
Terimakasih

<div style="text-align: justify;">1. Pada dasarnya, tanggal penerbitan Faktur Pajak (FP) adalah tanggal mana yang lebih dahulu antara penyerahan ataupun pembayaran. Tidak ada kewajiban pembuatan FP pada saat pemesanan (Purchase Order). 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Dalam hal tanggal FP tidak sesuai dengan ketentuan di atas, dapat dilakukan penggantian FP (kode Faktur 0X1) dengan mengganti tanggal penerbitan FP.</div>

<div style="text-align: justify;"> 
2. Sesuai Pasal 2 ayat (1) UU PPN 
 
&quot;Dalam hal Barang Kena Pajak yang diserahkan ternyata dikembalikan (retur) oleh Pembeli, Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dari Barang Kena Pajak yang dikembalikan tersebut dapat mengurangi Pajak Keluaran dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Penjual.&quot;</div>

<div style="text-align: justify;"> 
dan Pasal 4 ayat (1) 
 
&quot;Dalam hal terjadi Pengembalian Barang Kena Pajak ...., Pembeli harus membuat dan menyampaikan nota retur kepada Pengusaha Kena Pajak Penjual.</div>

<div style="text-align: justify;"> 
Dengan demikian retur hanya dapat dilakukan hanya jika dalam keadaan sebenarnya terdapat pengembalian. Kemudian, Nota Retur diterbitkan oleh Pembeli, bukan oleh PKP Penjual.&quot;</div>

<div style="text-align: justify;"> 
Referensi 
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000</div>

Dear Admin, 
 
PT A memiliki pendapatan atas sewa sebesar Rp. 600.000.000. Atas pendapatan tersebut PT A menyetorkan PPh 4 ayat 2 sewa sendiri. Jumlah PPh atas sewa tersebut 10% dari Rp. 600.000.000 = Rp. 60.000.000. PT A melakukan penyetoran Rp. 40.000.000 dan melakukan PBK atas kesalahan pembayaran ke PPN sebesar Rp. 20.000.000.&nbsp; 
 
Pertanyaan : 
1. bagaimana cara menginput SSP dan PBK dalam kasus kedalam eSPT PPh 4(2) ? dalam menginput SSP yang menyetor sendiri terdapat kolom &quot;Jumlah Nilai Sewa&quot; dan &quot;Jumlah PPh&quot;. Nilai manakah yang seharusnya saya masukkan kedalam kolom tersebut? 
2. pada saat menginput data pemindahbukuan, terdapat tabel darimana SSP tersebut diPindahbukukan dan tidak ada pilihan kode 411211 (PPN Dalam Negeri) pada kolom &quot;Kode MAP&quot;. Bagaimana seharusnya kolom &quot;Kode MAP&quot; tersebut diisi? 
 
Terimakasih

Daftar Jasa Bukan Jasa Kena Pajak (Non JKP)
1. jasa pelayanan kesehatan medis, yang meliputi :
a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi;
b. jasa dokter hewan;
c. jasa ahli kesehatan sperti ahli akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi;
d. jasa kebidanan dan dukun bayi;
e. jasa paramedis dan perawat;
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium;
g. jasa psikologi dan psikiater;
h. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal.
2. jasa pelayanan sosial, yang meliputi :
a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo;
b. jasa pemadam kebakaran;
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan;
d. jasa lembaga rehabilitasi;
e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; dan
f. jasa di bidang olahraga kecuali yang bersifat komersial.
3. jasa pengiriman surat dengan prangko;
&middot; Jasa pengiriman surat dengan Prangko yang diserahkan oleh Penyelenggara Pos merupakan jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
&middot; Jasa pengiriman surat dengan Prangko yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa pengiriman surat dengan Prangko yang dilakukan dalam rangka penyelenggaraan Layanan Pos Universal
&middot; atas penyerahan jasa pengiriman surat dengan Prangko tersebut dikenai tarif jasa pos yang ditetapkan oleh pemerintah; dan
&middot; cara pelunasan tarif jasa pos dilakukan dengan menggunakan Prangko tempel atau cara lain pengganti Prangko tempel.
&middot; Cara lain pengganti Prangko tempel adalah cetakan Prangko pada sampul, pada warkat pos, pada kartu pos, dan pada formulir yang diterbitkan oleh Penyelenggara Pos, atau cetakan mesin Prangko yang diizinkan oleh Penyelenggara Pos.
&middot; Defenisi istilah terkait jasa pengiriman surat dengan prangko ini antara lain :
o Surat adalah bagian dari komunikasi tertulis dengan atau tanpa sampul yang ditujukan kepada individu atau badan dengan alamat tertentu, yang dalam proses penyampaiannya dilakukan seluruhnya secara fisik.
o kartu pos yaitu bentuk komunikasi tertulis di atas kartu bergambar dan/atau tidak bergambar;
o warkat pos yaitu bentuk komunikasi tertulis yang ditulis pada selembar kertas yang sekaligus berfungsi sebagai sampul;
o sekogram yaitu tulisan, cetakan, atau rekaman untuk keperluan tunanetra;
o bungkusan kecil yaitu surat pos yang dimaksudkan untuk pengiriman barang sampai dengan 2 (dua) kilogram;
o dokumen yaitu data, catatan, dan/atau keterangan baik tertulis di atas kertas atau sarana lain maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, atau didengar dan mempunyai nilai komersial atau berharga.
o Pengiriman surat adalah layanan komunikasi tertulis yang mencakup kegiatan pengumpulan, pemrosesan, pengangkutan, dan penyampaian informasi berupa surat.
o Prangko adalah label atau carik, atau teraan di atas kertas dengan bentuk dan ukuran tertentu, baik bergambar maupun tidak bergambar, yang memuat nama negara penerbit atau tanda gambar yang merupakan ciri khas negara penerbit, dan mempunyai nilai nominal tertentu berupa angka dan/atau huruf.
o Penyelenggara Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos.
4. jasa keuangan, yang meliputi :
a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu;
b. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa:
i. sewa guna usaha dengan hak opsi;
ii. anjak piutang;
iii. usaha kartu kredit; dan/atau
iv. pembiayaan konsumen;
d. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan
e. jasa penjaminan.
5. jasa asuransi;
Yang dimaksud dengan "jasa asuransi" adalah jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi, yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi.
6. jasa keagamaan, yang meliputi :
a. jasa pelayanan rumah ibadah;
b. jasa pemberian khotbah atau dakwah;
c. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan
d. jasa lainnya di bidang keagamaan.
7. jasa pendidikan, yang meliputi :
a. jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik, dan pendidikan profesional; dan
b. jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah.
8. jasa kesenian dan hiburan;
Yang meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan.
9. jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
Yang meliputi meliputi jasa penyiaran radio atau televisi yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial.
10. jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri; 
11. jasa tenaga kerja
a. jasa tenaga kerja:
b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan
c. jasa penyelenggaraan pelatihan bagi tenaga kerja.
12. jasa perhotelan, yang meliputi :
a. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan hostel.
13. jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum;
Jasa yang disediakan oleh Pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum  merupakan jasa sehubungan dengan kegiatan pelayanan yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah sesuai kewenangannya berdasarkan peraturan perundang-undangan dan jasa tersebut tidak dapat disediakan oleh bentuk usaha lain.
14. Jasa penyediaan tempat parkir;
Yang dimaksud dengan "jasa penyediaan tempat parkir" adalah jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran.
15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam;
Yang dimaksud dengan "jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam" adalah jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin, yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos; dan
17. Jasa boga atau katering

<div style="text-align: justify;">1. Dalam hal Pelunasan PPh dilakukan dengan menggunakan SSP maka pada menu Input PPh Sewa Tanah dan Bangunan yang Dibayar Sendiri, Wajib pajak mengisi nomor NTPN SSP pada field NTPN. 
 
WP juga wajib mengisi Jumlah Nilai Sewa dan Jumlah Nilai PPh (10% dari Nilai Sewa). 
 
2. Dalam hal Pelunasan PPh dilakukan dengan menggunakan Bukti PBK maka Bukti PBK direkam pada menu Formulir Bukti Pemindah Bukuan (PPh Masa Pasal 4 ayat (2)). 
 
Namun, sepertinya memang pada aplikasi eSPT PPh Pasal 4 ayat (2) v1.1 menu Formulir PBK, tidak terdapat pilihan Kode MAP 411211. Untuk itu, Saudara sebaiknya menghubungi Kring Pajak di nomor telepon 1500200.</div>

Kode Error&nbsp;&nbsp; &nbsp;:&nbsp;&nbsp; &nbsp;ETAX-30005 
Error &nbsp;&nbsp; &nbsp;&nbsp;&nbsp; &nbsp;:&nbsp;&nbsp; &nbsp;Error objek mapping 
Penyebab&nbsp;&nbsp; &nbsp;:&nbsp;&nbsp; &nbsp;Format isian data csv yang diimpor tidak sesuai dengan skema impor dari DJP 
Solusi&nbsp;&nbsp; &nbsp;&nbsp;&nbsp; &nbsp;:&nbsp;&nbsp; &nbsp;Periksa kembali file csv dan pastikan isian data telah sesuai dengan skema impor DJP. 
&nbsp;

Dear Pajakku, 
 
PT A membeli sebuah mesin dengan harga Rp. 50.000.000 pada bulan Mei 2017. PT A memiliki 33% dari total saham pada PT B. 
Pertanyaan 
- Apakah mesin tersebut dapat disetorkan sebagai modal kepada PT. B?&nbsp; 
- Jika mesin tersebut dapat disetorkan sebagai modal di PT B, apakah PT B mengakui nilai perolehannya (50 juta) sebagai nilai modal yang disetorkan? 
 
Terima kasih

Dear Pajakku, 
 
 
1. PT A, membeli aset (tanah dan bangungan) pada tahun 2015, namun pada akte pembelian dan kepemilikan tanah atas nama Direksi (pemegang saham) (aset tersebut kemudian dilaporkan pada SPT Tahunan PT A tahun 2015 dam 2016). Secara perpajakan. apakah PT A telah menyalahi peraturan, dan apakah ada aturan yang mengatur / berkaitan dengan kasus ini? 
 
2. Pemegang Saham PT A, bermaksud untuk menarik sejumlah modal yang telah disetorkan, apakah penarikan modal yang telah disetorkan termasuk dalam objek pph? 
 
Terimakasih 
 
 
 
&nbsp;

<div style="text-align: justify;">Dalam hal ini, pada tahun 2015 telah terjadi penyertaan modal pada suatu badan berupa pengalihan harta.</div>

<div style="text-align: justify;"> 
Tanggapan atas pertanyaan no 1:</div>

<div style="text-align: justify;"> 
Untuk mengetahui apakah WP menyalahi/ mematuhi peraturan perpajakan, dapat dilakukan evaluasi apakah Pihak-pihak tersebut telah melaksanakan kewajiban perpajakannya terkait transaksi tersebut, sebagai berikut: 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">1. membukukan penyertaan modal sebagaimana diatur pada Pasal 10 ayat (5) UU PPh, yaitu:</div>

<div style="text-align: justify;">&quot;Apabila terjadi pengalihan harta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf c [harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal], maka dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan nilai pasar dari harta tersebut.&quot; 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">2. Badan (PT) yang menerima setoran modal berupa aktiva tetap melakukan pelunasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).</div>

<div style="text-align: justify;">Sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) huruf angka 6) UU BPHTB beserta penjelasannya: 
&quot;Perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: 
a. Pemindahan hak karena:... 
6. pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;&quot; 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">&quot;Penjelasan: Yang dimaksud dengan pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya adalah pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan dari orang pribadi atau badan kepada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya sebagai penyertaan modal pada Perseroan Terbatas atau badan hukum lainnya tersebut.&quot; 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">3. Dilakukan balik nama atas aktiva tersebut dari semula atas nama pemegang saham menjadi ke atas nama WP Badan, dan membuat akta perubahan anggaran dasar Perseroan (perubahan setoran modal). 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Tanggapan atas pertanyaan no 2: 
 
Kami memerlukan penjelasan lebih lanjut terkait kondisi penarikan penyertaan modal, apakah yang dimaksud adalah mekanisme treasury stock? Jika demikian, sedikitnya diperlukan informasi: 
1. nilai par saham yang ditarik 
2. nilai penarikan kembali saham tersebut 
3. nilai investasi pemegang saham 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Referensi: 
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008. 
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas dan Bangunan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2000.</div>

Dear Moderatror, 
 
Bukan, yang dimaksud disini &quot;PT A mempunyai modal 5M terdiri dari Tuan B 2,5 M, dan Tuan C 2,5M. Kemudian, Tuan B ingin menarik modal sejumlah 1M dan telah mandapat persetujuan dari pemegang saham lainnya, dengan merubah anggaran dasar menjadi 4 M pada PT tersebut pada akte&quot;? 
 
 
Terimakasih

Dalam hal saham yang ditarik senilai harga parm, maka tidak ada PPh terhutang.

Dear Pajakku, 
 
PT. A pada tahun 2016 memiliki pendapatan tahunan dibawah 4,8 Milyar sehingga pada tahun 2016 PT. A menganut PP 46. Pada tahun 2017 PT. A juga masih menganut PP 46. Namun pada tahun 2017 PT A mendapatkan pendapatan berupa pendapatan komisi dari PT B yang perusahaannya berada diluar negeri.&nbsp; 
 
pertanyaan : 
- dalam kasus ini PPh apakah yang terutang oleh PT A? apakah 4 ayat 2 bruto yang bertarif 1% atau PPh 25? 
 
Terimakasih

<div style="text-align: justify;">1. Sesuai Huruf E angka 3 SE-42/PJ/2013: 
 
&quot;Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) pada butir 2 huruf b ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:... 
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;... &quot; 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Dengan demikian Pengenaan PPh atas Penghasilan Luar Negeri dikecualikan dari pengenaan PPh Final sesuai PP-46/2013 atau dengan kata lain, pengenaan pajaknya sesuai mekanisme PPh Pasal 25/29.</div>

<div style="text-align: justify;">&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Referensi:</div>

<ul>
 <li style="text-align: justify;">SE-42/Pj/2013 Tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu</li>
</ul>

Dear Moderator, 
 
Dalam kasus ini misalnya pendapatan komisi PT. A adalah 5,2 Milyar dan pendapatan bruto PT. A adalah 2 Milyar 
 
Pertanyaan : 
- apakah dasar pengenaan perhitungan PPh 29 menggunakan angka 5,2 Milyar atau setelah dikurangi beban - beban operasional ? 
- bagaimanakah peraturan tarif untuk perhitungan PPh pasal 29 ? 
- apakah PT. A perlu untuk melakukan angsuran PPh 25 untuk tahun pajak berikutnya? 
 
Terima kasih

selamat malam pak, 
 
1. mau menanyakan prihal permasalahan atas transaksi kegiatan membangun sendiri di efaktur v 2.0. apakah bisa menginput transkasi ssp dengan beda NPWP?&nbsp;melihat sistem yang digunakan adalah sentralisasi (terpusat) dimana PPN yang dilaporkan dengan NPWP pusat tetapi pembayaran atas kegiatan membangun sendiri menggunakan NPWP cabang. 
&nbsp;

<div>1. Dalam menghitung PPh Pasal 25/29 terhutang yang menjadi Penghasilan Kena Pajak (PKP) adalah Penghasilan Neto Fiskal dikurangi Kompensasi Kerugian. Penghasilan Neto Fiskal adalah Penghasilan Bruto dikurangi Biaya-biaya yang dapat dikurangkan (termasuk biaya operasional tetapi kecuali yang berkaitan dengan penghasilan yang merupakan objek PPh Final (cth: PP-46/2013) dan penghasilan yang bukan merupakan Objek PPh. 
&nbsp;</div>

<div>2. Tarif penghitungan PPh Pasal 25/29 antara lain: 
a. Jika Perusahaan Tbk, tarif sesuai pasal 17 ayat (2b) UU PPh = 20% 
b. Jika non Tbk, dan omset dibawah Rp 50 milyar, tarif sesuai pasal 31E UU PPh = 12.5% dikalikan dengan PKP atas Penghasilan Bruto sampai dengan Rp 4,8 milyar, dan 25% dikalikan dengan PKP atas Penghasilan Bruto di atas Rp 4,8 milyar 
c. Jika Badan tidak memenuhi persyaratan a dan b, maka tarif sesuai&nbsp;pasal 17 ayat (2a) UU PPh = 25%. 
&nbsp;</div>

<div>3.&nbsp;Sesuai Pasal 3 ayat (2) KEP-537/PJ./2000: 
 
Dasar penghitungan Pajak Penghasilan [PPh Pasal 25] adalah jumlah penghasilan neto menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu setelah dikurangi dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut. 
 
Sementara pada Pasal 1 huruf d, diatur bahwa: 
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap tahun pajak, yang bersumber dari kegiatan usaha, pekerjaan bebas, pekerjaan, harta dan atau modal, kecuali penghasilan yang telah dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Tidak termasuk dalam penghasilan teratur adalah keuntungan selisih kurs dari utang/ piutang dalam mata uang asing dan keuntungan dari pengalihan harta (capital gain) sepanjang bukan merupakan penghasilan dari kegiatan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil. 
&nbsp;</div>

<div>Jadi, untuk menjawab pertanyaan apakah Penghasilan dari LN itu membawa konsekwensi setoran angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun berikutnya, tergantung apakah penghasilan itu teratur atau tidak. Silahkan dievaluasi sesuai dengan kriteria di atas.</div>

<div> 
Referensi: 
Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-537/PJ./2000 Tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Dalam Tahun Pajak Berjalan Dalam Hal-Hal Tertentu</div>

Sesuai dengan aturan bahwa mekanisme yang disampaikan sudah tepat yaitu penyetoran dengan NPWP cabang dan pelaporan dilakukan di NPWP Pusat. 
Terkait dengan teknis penginputannya di aplikasi eFaktur v 2.0, menurut kami seharusnya bisa (karena memang sesuai dengan aturan). WP juga wajib melampirkan foto kopi lembar ketiga Surat Setoran Pajak. 
 
Dalam hal WP mengalami terkendala dalam teknis perekamannya, sebaiknya menghubungi Kring Pajak di 1500200.&nbsp;

Dear Moderator, 
 
Apabila PT A memiliki Pendapatan dalam negeri sebesar 4 Milyar dan Pendapatan Luar Negeri 1 Milyar. Pendapatan dalam negeri tersebut sudah melakukan kewajiban penyetoran PPh 4ayat2 bruto 1% secara berkala. untuk mempermudah perhitungan beban operasional dan kredit pajak luar negeri ditiadakan. Bagaimanakah seharusnya PPh 29 atas pendapatan luar negeri yang harus dibayar oleh PT A? 
 
a. 1 milyar x 12,5% = 125.000.000&nbsp; 
b. 4,8 Milyar / 5 Milyar * 1 milyar = 960.000.000 (yang mendapat fasilitas 12,5%) 
&nbsp; &nbsp; 960.000.000 * 12,5% = 120.000.000 
&nbsp; &nbsp; 40.000.000 * 25%&nbsp; &nbsp; &nbsp; =&nbsp; 10.000.000&nbsp; + 
&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; 130.000.000 
 
Terima kasih

Penghitungan yang benar&nbsp;adalah Opsi B: 
b. 4,8 Milyar / 5 Milyar * 1 milyar = 960.000.000 (yang mendapat fasilitas 12,5%) 
&nbsp; &nbsp; 960.000.000 * 12,5% = 120.000.000 
&nbsp; &nbsp; 40.000.000 * 25%&nbsp; &nbsp; &nbsp; =&nbsp; 10.000.000&nbsp; + 
&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; 130.000.000

Dear Moderator, 
 
Bila seperti contoh kasus sebelumnya dimana pendapatan operasional sebesar 4 Milyar dan pendapatan luar negeri sebesar 1 Milyar (secara total sudah melebihi 4,8 Milyar), apakah ditahun depan PT A masih menggunakan PP 46 atau harus menggunakan PPh 25/29 ? 
 
Terima kasih&nbsp;

Secara umum, pada tahun berikutnya menggunakan mekanisme PP-46/2013. Akan tetapi, apabila penghasilan dari LN dianggap teratur (diasumsikan berulang di tahun akan datang), tetap dilakukan angsuran PPh Pasal 25.

Dear Rekan, 
 
Mau tanya, jika saya terima faktur pajak masukan dengan tanggal faktur pajak 7 Januari 2017 dan baru diterima di tanggal 10 November 2017. Faktur Pajak tersebut belum dikreditkan di SPT PPN. Yang mau saya tanya, apakah saya masih berhak untuk mengkreditkan di masa Pajak Januari 2017 dengan membuat SPT Pembetulan? Atau saya kreditkan di masa Pajak Februari/Maret/April tahun 2017 dengan membuat SPT pembetulan. 
 
Terima kasih

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Mekanisme Penghitungan, Penyetoran dan Pelaporan PPN atas Cabang WP Real Estate
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sesuai dengan PER-25/PJ/2013 pasal 2:
&nbsp;

<ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Bagi Wajib Pajak yang melakukan usaha di bidang pengalihan tanah dan/atau bangunan yang terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Madya di Jakarta dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak &nbsp;Jakarta Khusus, kewajiban pendaftaran dan/atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan pada:

 <ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; margin-left: -18pt; vertical-align: baseline; list-style-type: lower-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Kantor Pelayanan Pajak Madya di Jakarta dan Kantor Pelayanan Pajak di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus bagi Wajib Pajak yang mempunyai tempat kegiatan usaha di wilayah DKI Jakarta.
 </li>
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; margin-left: -18pt; vertical-align: baseline; list-style-type: lower-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Kantor Pelayanan Pajak tempat kegiatan usaha tersebut berada bagi Wajib Pajak yang mempunyai tempat kegiatan usaha di luar wilayah DKI Jakarta.
 </li>
 </ol>
 </li>
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Bagi Wajib Pajak yang tempat kegiatan usahanya berada di luar wilayah DKI Jakarta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan oleh Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat kegiatan usaha tersebut berada.
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sehingga, mekanisme penghitungan PPN yang terutang atas satu cabang WP real estate yang berlokasi di luar wilayah DKI Jakarta adalah sebagaimana mekanisme &nbsp;penghitungan PPN KB (LB) secara umum yaitu PPN Keluaran dikurangi dengan PPN Masukan atas cabang tersebut. Selanjutnya, kewajiban penyetoran PPN-nya berada di KPP lokasi dengan menggunakan NPWP cabang pada SSP/ SSE. SPT Masa PPN-nya juga dilaporkan di KPP Lokasi.
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Dengan demikian, seluruh hak dan kewajiban PPN-nya dilakukan di KPP Lokasi.
 
<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Penandatangan Efaktur WP Cabang WP Real Estate
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Sesuai Per-24/PJ/2012 Pasal 13 ayat (2) dan ayat (3)

<ol start="2" style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">PKP wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis nama PKP atau pejabat/pegawai yang berhak menandatangani Faktur Pajak disertai dengan contoh tandatangannya, dengan melampirkan fotokopi kartu identitas pejabat/pegawai penandatangan Faktur Pajak yang sah yang telah dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya sejak bulan pejabat/pegawai tersebut mulai melakukan penandatanganan Faktur Pajak, dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VA yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini. 
 </li>
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">PKP dapat menunjuk lebih dari 1 (satu) orang pejabat/pegawai untuk menandatangani Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Dengan demikian, Pengurus WP dapat menunjuk pejabat atau pegawai (dapat lebih dari satu) sebagai penanda-tangan Faktur Pajak dengan melakukan pemberitahuan tertulis kepada KPP terdaftar.
 
&nbsp;

<div>Sesuai Pasal 9 ayat (9) UU PPN 
&nbsp;</div>

<div>Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. 
&nbsp;</div>

<div>Selanjutnya pada bagian Penjelasan dijelaskan bahwa: 
 
Ketentuan ini memungkinkan Pengusaha Kena Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang tidak sama yang disebabkan antara lain, Faktur Pajak terlambat diterima. Pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Pajak yang tidak sama tersebut hanya diperkenankan dilakukan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. Dalam hal jangka waktu tersebut telah dilampaui, pengkreditan Pajak Masukan tersebut dapat dilakukan melalui pembetulan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang bersangkutan. Kedua cara pengkreditan tersebut hanya dapat dilakukan apabila Pajak Masukan yang bersangkutan belum dibebankan sebagai biaya atau tidak ditambahkan (dikapitalisasi) kepada harga perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bersangkutan dan terhadap Pengusaha Kena Pajak belum dilakukan pemeriksaan. 
&nbsp;</div>

<div>Dengan demikian, sesuai dengan kondisi yang disampaikan maka pengkreditan PPN Masukan hanya dapat dilakukan melalui pembetulan terhadap SPT Masa PPN Masa Pajak Januari 2017. 
&nbsp;</div>

<div>Referensi 
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000</div>

Dear Rekan, 
 
Terima kasih atas penjelasannya. Sangat bermanfaat.

Dear Moderator dan Pajakku, 
 
PT A memiliki lahan dan PT B bergerak dibidang jasa parkir. PT A dan PT B sepakat untuk membuat lahan tersebut menjadi lahan parkir dengan kesepakatan : 
- PT B akan mengurus semua operasional perparkiran 
- PT A dan PT B akan melakukan bagi hasil atas laba dari pendapatan per bulan dengan proporsi PT A 75% dan PT B 25% 
 
Contoh : perhitungan Laba Bulan Juli 
Pendapatan parkir&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; 30.000.000 
Pajak Parkir (pajak daerah)&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; (7.500.000) 
 
Biaya gaji dan operasional&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;(10.000.000) + 
 
Laba/Rugi bulan Juli&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp;12.500.000 
 
Bagi Hasil untuk PT A&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; 75% * 12.500.000&nbsp; &nbsp;= 9.375.000 
Bagi Hasil untuk PT B&nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; &nbsp; 25% * 12.500.000&nbsp; &nbsp;= 3.125.000 
 
Pertanyaan : 
PT A menganut PP46 dimana terutang pajak 1% atas pendapatan bruto. Jumlah manakah yang seharusnya terutang di bulan Juli untuk PT A? 
a. 30.000.000 * 75% * 1%&nbsp; = 225.000 
b.&nbsp; 9.375.000 * 1%&nbsp; = 93.750 
 
 
Terima kasih.

Dear Rekan, 
 
Mau tanya, jika saya terima Dokumen Lain Pajak Masukan, misalnya Pemberitahuan Impor Barang (PIB)&nbsp; dengan tanggal faktur pajak 7 Januari 2017 dan baru diterima di tanggal 10 November 2017. Dokumen Lain Pajak Masukan tersebut belum dikreditkan di SPT PPN,&nbsp; apabila akan dikreditkan, apakah Dokumen Lain Pajak Masukan tersebut tetap dikreditkan di masa pajak Januari 2017 dan membuat SPT pembetulan (apabila telah dilapor) Sesuai Pasal 9 ayat (9) UU PPN? 
 
Terima kasih 
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">PPN atas Rokok
 
<ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: upper-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Definisi
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Rokok merupakan bagian dari salah satu varian dari produk hasil olahan tembakau, sehingga pengenaan PPN-nya juga diatur dalam aturan yang mengatur PPN atas hasil tembakau.
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Hasil Tembakau adalah Hasil Tembakau sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, yang meliputi sigaret, cerutu, rokok daun, tembakau iris, dan hasil pengolahan tembakau lainnya, dengan tidak mengindahkan digunakan atau tidak bahan pengganti atau bahan pembantu dalam pembuatannya.
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Selanjutnya, Pengusaha/importir &nbsp;hasil tembakau didefinisikan sebagai:

<ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li>
 <ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: lower-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Produsen adalah orang pribadi atau badan hukum yang mengusahakan pabrik Hasil Tembakau dan memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha Pabrik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007.
 </li>
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: lower-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Importir Barang Kena Cukai berupa Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Importir adalah orang pribadi atau badan hukum yang memasukkan barang kena cukai berupa Hasil Tembakau ke dalam Daerah Pabean. 
 </li>
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: lower-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Pengusaha Penyalur Hasil Tembakau yang selanjutnya disebut Pengusaha Penyalur adalah orang pribadi atau badan hukum yang menyalurkan atau menjual Hasil Tembakau, termasuk yang menjual secara eceran kepada konsumen akhir.
 </li>
 </ol>
 </li>
</ol>
 
<ol start="2" style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: upper-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Saat Terutang dan Penerbitan Faktur Pajak
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Secara umum terdapat 2 (dua) bentuk penyerahan hasil tembakau yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, antara lain:
&nbsp;

<ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; margin-left: 36pt; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Penjualan Oleh Produsen/ Importir
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Atas penjualan hasil tembakau, pemungutan PPN dikenakan satu kali pada tingkat Produsen dan/atau Importir. PPN tersebut terutang pada saat Produsen dan/atau Importir melakukan pemesanan pita cukai Hasil Tembakau. Faktur Pajak diterbitkan pada saat Produsen dan/atau Importir melakukan pemesanan pita cukai Hasil Tembakau.
&nbsp;

<ol start="2" style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; margin-left: 36pt; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Pemberian cuma-cuma oleh Produsen/ Importir
 </li>
</ol>

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">PPN atas penyerahan Hasil Tembakau yang diberikan secara cuma-cuma terutang pada saat Produsen dan/atau Importir menyerahkan Hasil Tembakau kepada penerima barang. Faktur Pajak pada saat Produsen dan/atau Importir menyerahkan Hasil Tembakau kepada penerima barang.
 
<ol start="3" style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: upper-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Penghitungan PPN Terutang
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">PPN Terutang atas penyerahan hasil tembakau oleh Pengusaha dikenakan dengan mengalikan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) dengan Tarif PPN.
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">PPN = DPP x Tarif Efektif
 
<ol start="4" style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: upper-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Dasar Pengenaan Pajak
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Dasar Pengenaan Pajak untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penyerahan Hasil Tembakau adalah Nilai Lain. Nilai Lain sebagaimana dimaksud adalah:

<ol style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; margin-left: 36pt; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Tembakau untuk penyerahan Hasil Tembakau; atau
 </li>
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; margin-left: 36pt; vertical-align: baseline; list-style-type: decimal; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Tembakau untuk jenis dan merek yang sama, yang dijual untuk umum setelah dikurangi laba bruto untuk penyerahan Hasil Tembakau yang diberikan secara cuma-cuma.
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Harga Jual Eceran (HJE) Hasil Tembakau dapat dilihat pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146/PMK.010/2017
 
<ol start="5" style="margin-top: 0pt; margin-bottom: 0pt;">
 <li dir="ltr" style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; list-style-type: upper-alpha; background-color: transparent;">
 <span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Tarif PPN
 </li>
</ol>
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Besarnya tarif efektif atas penyerahan hasil tembakau ditetapkan sebesar 9,1% (sembilan koma satu persen). Tarif ini berlaku sejak 1 Januari 2017.
 
<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 700; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Referensi:
&nbsp;

<span style="color: rgb(0, 0, 0); font-family: Arial; font-size: 11pt; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: 400; text-decoration: none; vertical-align: baseline; background-color: transparent;">Peraturan Menteri Keuangan Nomor 174/PMK.03/2015 Tentangtata Cara Penghitungan Dan Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Atas Penyerahan Hasil Tembakau stdd. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.03/2016.

Mohon diklarifikasi apakah fungsi PT B menyediakan: 
1. Jasa Penyediaan Tempat Parkir (PT A menyewakan lahan ke PT B, selanjutnya PT B menyediakan tempat parkir), atau 
2. Jasa Pengelolaan Tempat Parkir (PT A tidak menyewakan lahan tetapi meminta bantuan PT B mengelola parkir) 
 
Hal ini dapat dilihat dalam kontrak kerjasama PT A dan PT B. Misalnya, jika terdapat&nbsp; jumlah minimum yang harus dibayarkan PT B ke PT A, maka fungsi PT B dapat dikategorikan sebagai Jasa Penyediaan Tempat Parkir, demikian sebaliknya. 
 
&nbsp;

<div style="text-align: justify;">Sesuai PER-10/PJ/2010 stdd. PER - 33/PJ/2014, Pemberitahuan Impor Barang (PIB) merupakan Dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.</div>

<div style="text-align: justify;">Selanjutnya, pada Pasal 5 diatur bahwa: 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam dokumen tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 merupakan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sepanjang dokumen tertentu tersebut memenuhi persyaratan formal .... 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Sesuai hal di atas, maka aturan pengkreditannya mengacu pada Pasal 9 ayat (9) UU PPN yaitu: 
 
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan, tetapi belum dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lama 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan. 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Dengan demikian, pengkreditan hanya dapat dilakukan melalui pelaporan/ pembetulan masa bersangkutan apabila lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan. 
&nbsp;</div>

<div style="text-align: justify;">Dalam kasus di atas, WP hanya dapat mengkrediktan melalui pelaporan/ pembetulan SPT Masa Januari 2017.</div>

<div style="text-align: justify;"> 
Referensi:</div>

<ol>
 <li style="text-align: justify;">Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 10/Pj/2010 Tentang Dokumen Tertentu Yang Kedudukannya Dipersamakan Dengan Faktur Pajak stdd. PER - 33/PJ/2014</li>
 <li style="text-align: justify;">Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000</li>
</ol>

Dear Moderator, 
 
Fungsi PT B disini adalah &quot;2. Jasa Pengelolaan Tempat Parkir (PT A tidak menyewakan lahan tetapi meminta bantuan PT B mengelola parkir)&quot; dimana PT A tidak menyewakan lahannya dan hanya mendapatkan pendapatan dari bagi hasil keuntungan jasa parkir tersebut. 
 
&nbsp;

mau tanya tentang pph 21 cara lapor pajak pph 21, apa bedanya pelaporan pph 21 per bulan&nbsp;dan SPT tahunan dan contoh apa yang dilaporkan ke KPP untuk pph 21 per bulan dan SPT tahunan? mohon penjelasannya..............

<div>Sesuai dengan Pasal 3 ayat (2) PP-46/2013:</div>

<div> 
Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan. 
&nbsp;</div>

<div>Sehingga, yang menjadi DPP adalah Peredaran Bruto. 
&nbsp;</div>

<div>Dalam kasus ini, karena pihak yang menyediakan Jasa Penyediaan Tempat Parkir adalah PT A, maka seluruh penghasilan dari Jasa Penyediaan Tempat Parkir tersebut menjadi Peredaran Bruto A. Dengan demikian, yang menjadi DPP adalah Rp 30.000.000 dan PPh Final sesuai PP-46/2013 adalah sebesar Rp 300.000. 
&nbsp;</div>

<div>Catatan: Pajak Daerah dan Biaya Jasa Pengelolaan Parkir oleh PT B (25% dari omset PT A) merupakan biaya untuk PT A; namun tidak diperhitungkan dalam Pengenaan PPh Final sesuai PP-46/2013. 
&nbsp;</div>

<div>Referensi:</div>

<div>Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu</div>

<div>Sejak berlakunya UU-36/2018 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, SPT Tahunan PPh Pasal 21 dihapuskan. Fungsi SPT Tahunan PPh 21 selanjutnya digantikan dengan SPT Masa PPh Pasal 21 masa pajak terakhir. 
&nbsp;</div>

<div>Sesuai Pasal 13 ayat (2) dan (5) PMK-252/PMK.03/2008, terdapat 2 (dua) jenis SPT Masa PPh Pasal 21: 
&nbsp;</div>

<div>1. PPh Pasal 21 masa pajak kecuali masa pajak terakhir, 
 
Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut: 
Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah penghasilan teratur dalam 1 (satu) bulan dikalikan 12 (dua belas); 
Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak teratur, maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh salama 1 (satu) tahun adalah sebesar jumlah pada huruf a ditambah dengan jumlah penghasilan yang bersifat tidak teratur. 
&nbsp;</div>

<div>2. PPh Pasal 21 masa pajak terakhir, 
Besarnya PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk masa pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan kena pajak selama 1 (satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak dengan PPh Pasal 21 yang telah dipotong pada masa-masa sebelumnya dalam tahun pajak yang bersangkutan. 
&nbsp;</div>

<div>Untuk contoh lengkap mengenai mekanisme Pemotongan PPh Pasal 21 dapat dilihat pada PER-16/PJ/2016. 
&nbsp;</div>

<div>Referensi: 
1.&nbsp;Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi 
2.&nbsp;Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.</div>

Dear Admin Pajakku, 
 
Saya mau tanya mengenai PPN dengan kode pajak 040 dengan Dpp nilai lain yang berarti tarinya adalah 1% apakah bisa dikreditkan ?, atas jasa freight forwarding(Ocean freight ), perusahaan kami dibidang export import. 
 
Terima kasih, 
Kusno

Dear Moderator, 
 
menambahkan informasi, laporan rugi laba yang seperti diatas dibuat oleh PT B khusus untuk pendapatan dan beban perparkiran. Pengelolaan uang dan operasional perparkiran ada di PT B. PT A hanya memberikan ijin lahan untuk dijadikan parkir dan tidak mengurus apapun tentang parkir. Seperti contoh diatas, pada bulan tsb dilaporan keuangan PT A hanya mendapatkan transfer uang sejumlah 9.375.000 dengan jurnal pendapatan parkir pada bank.&nbsp; 
 
seperti informasi diatas, dalam hal PP46 atas DPP 30.000.000 bukankah yang terutang adalah PT B selaku pihak yang menjalankan operasional?&nbsp;

<div>Didalam penerapan ketentuan perpajakan dikenal prinsip substance over form atau substansi mengungguli bentuk. Jadi, apapun bentuk dan nama transaksi, dasar pemajakannya adalah substansi dari transaksi tersebut. 
&nbsp;</div>

<div>Dalam hal ini, substansi dari transaksi adalah PT A menyediakan jasa penyediaan tempat parkir. Hal ini dibuktikan dengan PT A menanggung risiko dari bisnis parkir tersebut (penghasilan jasanya murni berdasarkan jumlah pengguna jasa parkir, tidak ada jumlah minimum yang diterima dari PT B) dan sesuai informasi sebelumnya PT B tidak melakukan penyewaan lahan. Selanjutnya PT A melakukan pengeluaran berupa: 
1. Pajak Daerah dan 
2. Biaya Jasa Pengelolaan Parkir oleh PT B (Objek PPh Pasal 23) 
&nbsp;</div>

<div>Jadi, secara substansi, seluruh Penghasilan dari Jasa Penyediaan Tempat Parkir merupakan klaim PT A. Metode/ bentuk pembukuan tidak mempengaruhi pemajakannya.</div>

Dear Kusnoko, 
 
Kami luruskan bahwa tarif PPN atas jasa freight forwarding adalah 10%, namun DPP-nya berupa nilai lain sebesar 10% dari nilai penggantian. 
 
Dalam hal WP memperoleh PPN Masukan berupa FP-04, WP dapat mengkreditkannya sepanjang memenuhi ketentuan umum pengkreditan PPN Masukan sebagaimana diatur pada Pasal 9 UU PPN.

Dear Moderator,&nbsp; 
 
Apakah atas jasa freight forwading tersebut terutang pph 23? Manakah yang menjadi DPP untuk perhitungan pph 23? apakah DPPnya (1jta), atau DPP nilai lain (1jta*10%)? 
 
 
Terimakasih

Dear Pajakku, 
 
PT I merupakan perusahaan LN yang berkedudukan di Italia (tidak memiliki BUT di Indonesia.) 
PT A perusahaan yang berbadan hukum di Indonesia (bukan merupakan cabang/ anak perusahaan PT I). 
PT I Bekerjasama dengan PT A untuk dibidang pemasaran / marketing. 
Pada suatu hari, PT A menawarkan produk PT I, ke PT C dan terjadi transaksi penjualan antara PT C dengan PT I (penjualan antara PT C dan PT I terjadi secara langsung, baik penyerahan barang dan uangnya) 
Dari transaksi tersebut PT I melakukan pembayaran kepada PT A atas jasa pemasaran yang telah dilakukan oleh PT A. 
 
Pertanyaan : 
1. Apakah atas pendapatan yang diterima oleh PT A (PKP) dari PT I terutang PPN?&nbsp; 
2. Apakah transaksi merupakan yang transaksi yang dimaksud dalam (SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK 
NOMOR SE - 08/PJ.52/1996 nomor 2.2 point a.&nbsp; Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan.)? 
 
Mohon pencerahannya 
 
Terimakasih

Dear Pajakku, 
 
Apakah Asset yang di TA-kan dapat dipindahtangankan/ dijual? 
 
 
Terimakasih

<div>Sesuai Pasal 8 ayat (7) UU Amnesti Pajak: 
 
&quot;Dalam hal Wajib Pajak mengungkapkan Harta yang berada dan/atau ditempatkan di dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Wajib Pajak tidak dapat mengalihkan Harta ke luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan.&quot; 
&nbsp;</div>

<div>Dalam aturan tersebut, hal yang tidak diperbolehkan adalah mengalihkan harta yang diungkap dalam SPH ke Luar Negeri. Tidak ada larangan secara eksplisit maupun implisit terkait penjualan harta yang diungkap dalam SPH. Jadi, penjualan atas harta yang diungkap dalam SPH diperbolehkan. 
&nbsp;</div>

<div>Dalam praktiknya, contoh yang paling umum adalah penjualan persediaan (inventory) yang diungkap dalam SPH. 
&nbsp;</div>

<div>Referensi: 
Undang-undang nomor 11 tahun 2011 tentang Pengampunan Pajak</div>

<p style="box-sizing: border-box; margin: 0px 0px 10px; color: rgb(51, 51, 51); font-family: &quot;Helvetica Neue&quot;, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;">Dalam rangka memberikan keadilan, pelayanan, dan kemudahan kepada para Wajib Pajak peserta program Amnesti Pajak, serta mengingat makin dekatnya batas waktu berakhirnya fasilitas pembebasan pajak penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan yang akan berakhir pada tanggal 31 Desember 2017, maka dalam waktu dekat akan dilakukan revisi atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.03/2016 sebagaimana telah diubah dengan PMK-141/PMK.03/2016. Pokok penyesuaian aturan tersebut adalah bahwa untuk keperluan penandatanganan Surat Pernyataan Notaris antara Nominee dan Wajib Pajak serta proses alik nama di Badan Pertanahan Nasional, Wajib Pajak dapat menggunakan SKB PPh atau fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak. Ketentuan ini sejalan dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 15 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Dalam Rangka Pengampunan Pajak.

<p style="box-sizing: border-box; margin: 0px 0px 10px; color: rgb(51, 51, 51); font-family: &quot;Helvetica Neue&quot;, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;">Sehubungan dengan penyampaian fotokopi Surat Keterangan Pengampunan Pajak dimaksud di atas, para pihak yang terkait dalam proses balik nama, wajib merahasiakan dan menjaga keamanan data Wajib Pajak yang bersangkutan sesuai ketentuan Pasal 21 ayat (3) dan Pasal 23 Undang-Undang Pengampunan Pajak.

<p style="box-sizing: border-box; margin: 0px 0px 10px; color: rgb(51, 51, 51); font-family: &quot;Helvetica Neue&quot;, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;">Berdasarkan data Ditjen Pajak, terdapat sekitar 151 ribu Wajib Pajak yang berpotensi memanfaatkan fasilitas SKB PPh. Hingga tanggal 14 November 2017 baru 29 ribu Wajib Pajak (19%) yang mengajukan permohonan SKB. Dari jumlah tersebut sebanyak 80% permohonan diterima sedangkan sisanya ditolak, terutama karena masalah persyaratan formal yang tidak dipenuhi dan adanya perbedaan data.

<p style="box-sizing: border-box; margin: 0px 0px 10px; color: rgb(51, 51, 51); font-family: &quot;Helvetica Neue&quot;, Helvetica, Arial, sans-serif; font-size: 12px; font-style: normal; font-variant-ligatures: normal; font-variant-caps: normal; font-weight: normal; letter-spacing: normal; orphans: 2; text-align: start; text-indent: 0px; text-transform: none; white-space: normal; widows: 2; word-spacing: 0px; -webkit-text-stroke-width: 0px; background-color: rgb(255, 255, 255); text-decoration-style: initial; text-decoration-color: initial;">Untuk menghindari antrian di akhir tahun Ditjen Pajak mengimbau seluruh Wajib Pajak yang bermaksud memperoleh fasilitas pembebasan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang diberikan fasilitas Pengampunan Pajak untuk segera mengajukan permohonan SKB ke Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar. 
 
Referensi: 
Siaran Pers Direktorat Jenderal Pajak nomor 37 / 2017 tanggal 15 November&nbsp; 2017

<div>Sesuai kasus di atas, dapat diuraikan:</div>

<div>* PT A = Pengusaha Jasa Perdagangan (berada di dalam Daerah Pabean) 
* PT I = Penjual Barang selaku Penerima Jasa Perdagangan (berada di luar Daerah Pabean) 
* PT C = Pembeli Barang (berada di dalam Daerah Pabean) 
* PT I tidak memiliki BUT di Indonesia 
* Pembayaran Jasa Perdangangan dilakukan secara langsung oleh Penjual (PT I) 
&nbsp;</div>

<div>Kondisi di atas telah memenuhi semua kriteria pada Poin 2.2 huruf a SE-08/PJ.52/1996, yaitu: 
Pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedang penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean sepanjang penjual barang tersebut tidak mempunyai BUT di Indonesia dan pembayaran jasa tersebut dilakukan secara langsung oleh penjual barang tersebut kepada pengusaha jasa perdagangan. 
&nbsp;</div>

<div>Tetapi, harus diperhatikan bahwa Poin 2.2 huruf a SE-08/PJ.52/1996 bertentangan dengan SE-145/PJ/2010. 
&nbsp;</div>

<div>Dalam Angka 3 huruf c SE-145/PJ/2010 diatur bahwa: 
Penyerahan jasa perdagangan dikenai Pajak Pertambahan Nilai dalam hal penyerahan jasa perdagangan dilakukan di dalam Daerah Pabean, dengan kondisi-kondisi sebagai berikut: 
c. pengusaha jasa perdagangan dan pembeli barang berada di dalam Daerah Pabean, sedangkan penjual barang selaku penerima jasa perdagangan berada di luar Daerah Pabean;</div>

<div> 
Dengan demikian, sesuai kasus yang dikemukakan dan berdasarkan SE-145/PJ/2010, penyerahan Jasa Perdagangan tersebut dikenai PPN.</div>

<div> 
Catatan: 
Sesuai Angka 6 SE-145/PJ/2010: 
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak dan surat-surat penegasan yang bertentangan dengan substansi ketentuan yang ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini [SE-08/PJ.52/1996] dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.</div>

<div> 
Referensi: 
SE-08/PJ.52/1996 tentang PPN atas Jasa Perdagangan 
SE-145/PJ/2010 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Jasa Perdagangan</div>

Dear Moderator, 
 
 
Dalam hal ini yang terutang PPN adalah PT. A, PT. A menerbitkan Faktur Pajak dengan lawan transaksi PT. I? 
 
 
Terimakasih

Dear Moderator, 
 
Siaran Pers DJP (http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Siaran Pers - PPN Atas Jasa Penyediaan Tempat Parkir.pdf) 
Disebutkan bahwa, Dalam paragraf ke -3 sampai 5 
Sedangkan untuk penyerahan Jasa Pengelolaan Tempat Parkir akan dikenakan PPN. Pengertian jasa pengelolaan tempat parkir adalah jasa yang dilakukan pengusaha pengelola tempat parkir untuk mengelola tempat parkir yang dimiliki atau disediakan oleh pemilik tempat parkir, dengan menerima imbalan dari pemilik tempat parkir, termasuk imbalan dalam bentuk bagi hasil. Yang termasuk pengusaha pengelola tempat parkir adalah orang atau badan yang mengelola tempat parkir yang disediakan oleh pemilik tempat parkir, termasuk pengusaha pengelola valet parking atau sebutan lainnya. Yang menjadi dasar pengenaan pajak atas pengenaan PPN atas penyerahan jasa pengelolaan tempat parkir adalah nilai penggantian berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha pengelola tempat parkir kepada pemilik tempat parkir. Termasuk dalam pengertian nilai penggantian adalah imbalan bagi hasil yang diperoleh oleh Pengusaha Pengelola Tempat Parkir dari Pemilik Tempat Parkir. Dengan terbitnya peraturan tersebut diharapkan mempertegas ketentuan bahwa PPN dikenakan terhadap imbalan atas jasa pengelolaan tempat parkir yang diterima pengelola tempat parkir dari pemilik tempat parkir.. 
 
Dari Siaran pers tersebut apakah dapat disimpulkan bahwa yang terutang pajak penghasilan adalah PT. B, selaku yang pihak yang menyerahkan jasa pengelolaan tempat parkir? 
 
 
Terimakasih 
&nbsp;

Dear Pajakku, 
 
PT A pada bulan Oktober seharusnya terutang PPh 23 sebesar Rp. 400.000 namun akibat satu dan lain hal telah disetorkan PPh 23 sebesar Rp 500.000. 
 
Pertanyaan : 
- Jika PT A melakukan PBK atas kelebihan setor tersebut, haruskah PT A menunggu hasil PBK baru melaporkan SPT PPh 23 nya? atau bolehkah PT A melaporkan terlebih dahulu SPT PPh 23 masa Oktober sesuai dengan SSPnya? 
 
terima kasih

<div>Penyerahan jasa di atas dapat dikategorikan sebagai objek PPN sebagaimana diatur pada Pasal 4 ayat 1 huruf c UU PPN, yaitu: 
penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.</div>

<div> 
Sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU PPN: 
 
Pengusaha Kena Pajak wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 
huruf a atau huruf f dan se ap penyerahan Jasa Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c. 
&nbsp;</div>

<div>Dengan demikian, jelas Pengusaha Jasa Perdagangan tersebut wajib menerbitkan Faktur Pajak. 
 
Referensi: 
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000</div>

<div>Sesuai Pasal 17 ayat (7) PMK-242/PMK.03/2014: 
Pembayaran pajak yang tercantum dalam SSP, SSPCP, BPN atau Bukti Pbk dapat diajukan permohonan Pemindahbukuan dalam hal pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan, Surat Tagihan Pajak dan/atau surat ketetapan pajak, Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang, Surat Tagihan Pajak PBB dan/atau Surat Ketetapan Pajak PBB, Pemberitahuan Impor Barang (PIB), dokumen cukai, atau surat tagihan/surat penetapan. 
&nbsp;</div>

<div>Dengan demikian, apabila terjadi kelebihan pembayaran pajak (pembayaran tersebut belum diperhitungkan dengan pajak yang terutang dalam Surat Pemberitahuan) maka dapat dilakukan Pbk. 
&nbsp;</div>

<div>Dari sisi teknis, pelaporan SPT menggunakan SSP lembar 3 sementara Pbk. mensyaratkan SSP lembar 1. 
&nbsp;</div>

<div>Sehingga, berdasarkan kasus di atas, baik dari segi aturan maupun teknis, dimungkinkan untuk melakukan Pbk atas kelebihan pembayaran SSP PPh Pasal 23 yang sudah dilaporkan. 
&nbsp;</div>

<div>Referensi: 
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014 Tentang Tata Cara Pembayaran Dan Penyetoran Pajak</div>

Dear Moderator, 
 
mengulang pertanyaan Bp. Suprianto didiskusi https://pajakku.com/page/thread/103/pph-final-atas-pendapatan-bagi-hasil-lahan-parkir&nbsp; : 
 
Siaran Pers DJP (http://www.pajak.go.id/sites/default/files/Siaran Pers - PPN Atas Jasa Penyediaan Tempat Parkir.pdf) 
Disebutkan bahwa, Dalam paragraf ke -3 sampai 5 
Sedangkan untuk penyerahan Jasa Pengelolaan Tempat Parkir akan dikenakan PPN. Pengertian jasa pengelolaan tempat parkir adalah jasa yang dilakukan pengusaha pengelola tempat parkir untuk mengelola tempat parkir yang dimiliki atau disediakan oleh pemilik tempat parkir, dengan menerima imbalan dari pemilik tempat parkir, termasuk imbalan dalam bentuk bagi hasil. Yang termasuk pengusaha pengelola tempat parkir adalah orang atau badan yang mengelola tempat parkir yang disediakan oleh pemilik tempat parkir, termasuk pengusaha pengelola valet parking atau sebutan lainnya. Yang menjadi dasar pengenaan pajak atas pengenaan PPN atas penyerahan jasa pengelolaan tempat parkir adalah nilai penggantian berupa uang, termasuk biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pengusaha pengelola tempat parkir kepada pemilik tempat parkir. Termasuk dalam pengertian nilai penggantian adalah imbalan bagi hasil yang diperoleh oleh Pengusaha Pengelola Tempat Parkir dari Pemilik Tempat Parkir. Dengan terbitnya peraturan tersebut diharapkan mempertegas ketentuan bahwa PPN dikenakan terhadap imbalan atas jasa pengelolaan tempat parkir yang diterima pengelola tempat parkir dari pemilik tempat parkir.. 
 
Dari Siaran pers tersebut apakah dapat disimpulkan bahwa yang terutang pajak penghasilan adalah&nbsp;PT. B,&nbsp;selaku yang pihak yang menyerahkan jasa pengelolaan tempat parkir? 
 
 
Terimakasih

Dear Pajakku, 
 
Apakah ada aturan yang mengatur &quot;kesalahan Nama PKP Pembeli, dapat dibuat Faktur Pajak Pengganti atau Faktur Pajak Batal&quot;?&nbsp; 
 
 
Terimakasih

Menarik. Tetapi sebelumnya, coba Saudara menjawab siapakah pihak-pihak sebagai berikut: 
1. Pengguna Jasa Pengelolaan Tempat Parkir: PT A atau Pemilik Kendaraan? 
2. Pengguna Jasa Penyediaan Tempat Parkir: PT A, PT B, atau Pemilik Kendaraan? 
 
Dengan memahami siapa pihak-pihak tersebut, kita akan mengetahui sumber penghasilan dan apa yang menjadi objek PPh. 
 
&nbsp;

Dear Moderator, 
 
Maaf sebelumnya, ralat pertanyaan : 
 
*&nbsp;Dari Siaran pers tersebut apakah dapat disimpulkan bahwa yang terutang pajak pertambahan nilai adalah&nbsp;PT. B,&nbsp;selaku yang pihak yang menyerahkan jasa pengelolaan tempat parkir? 
 
 
Terimakasih 
&nbsp;

Dear Pajakku, 
 
Pada tahun 2017, terdapat penjualan asset berupa bangunan yang berada di LN : 
1. Dijual dalam keadaan untung ( NIlai Perolehan $ 2000, harga jual $ 3000) 
2. Dijual dalam keadaan rugi ( Nilai Perolehan $4000, harga jual $ 3500). 
Kedua transaksi telah dikenakan pajak sesuai aturan perpajakan LN setempat 
 
Pertanyaan : 
1. Bagaimana cara pelaporan atas transaksi tersebut dalam SPT Orang Pribadi (1770 S)?&nbsp; 
2. NIlai yang dilaporkan dalam SPT OP, apakah adalah nilai jual atau keuntungan dari penjualan?. 
2. Jika pajak yang telah dipotong di LN dapat dikreditkan, apakah ada persyaratan yang harus dipenuhi? 
 
Mohon pencerahannya 
 
Terimakasih

Sesuai kasus di atasa, PT B memungut PPN yang terutang atas Penyerahan Jasa Pengelolaan Tempat Parkir kepada PT A.

Hai rekan,
Pada tahun 2024, insentif pajak untuk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia masih berlaku. Berikut adalah beberapa informasi penting terkait insentif pajak untuk UMKM:
<ol>
<li>Tarif Pajak Penghasilan</li>
<li>Pengurangan Tarif PPh</li>
<li>Pembatasan Tarif PPh</li>
<li>Keringanan Pajak UMKM</li>
<li>Insentif Pajak UMKM</li>
</ol>
Dengan memahami insentif pajak yang tersedia untuk UMKM pada tahun 2024, pemilik usaha kecil dan menengah dapat memanfaatkan kemungkinan tersebut untuk meminimalkan biaya pajak dan meningkatkan daya saing mereka dalam pasar.
&nbsp;

punya penghasilan, bayar pajak tapi NPWP statusnya NE?

Jika status NPWP NE berarti penghasilan tidak lebih dari 5 juta dalam artian lainnya tidak wajib lapor. Tidak akan terkena denda jika lapornya tidak telat pada tahun ini.

min aku mau nanya, aku punya penghasilan gaji, bayar pajak, tapi status NPWP nya NE, tahun kemaren gak lapor SPT. apakah ada dendanya, dan kalo ada kira2 berapa?

NIK jadi NPWP, Semua orang menjadi WP?

Ketika nanti peraturan NIK jadi NPWP di pertengahan 2024 berlaku, bagi yang waktu registrasi di sekuritas tanpa NPWP. Apa itu artinya semua trader/investor crypto/saham yang lewat bursa, bakal semuanya dibuatkan NPWP jabatan oleh DJP terlepas berapapun nilainya? Atau semua investor/trader bakal dijadikan WP/wajib pajak secara otomatis?
Begitu juga dengan segala jenis transaksi di perbankan (transfer/kartu kredit) menjadi subjek pajak oleh DJP, berapapun nilainya?
Jika ya, apakah mungkin pada akhirnya bisa terjadi pengenaan sanksi massal bagi investor yang tidak tahu apa2, kemudian diminta membuat SPT beserta dikenakan sanksi administratif seperti denda?

Selamat malam rekan,
Bagaimana pengaruh perubahan ini terhadap trader/investor crypto/saham?
<ol>
<li>Semua trader/investor yang melakukan transaksi melalui bursa saham atau platform crypto akan diwajibkan memiliki NPWP. Ini berlaku terlepas dari nilai transaksi yang dilakukan. Jadi, baik trader/investor dengan nilai transaksi besar maupun kecil akan diberikan NPWP.</li>
<li>Pendaftaran NPWP ini akan memastikan bahwa semua transaksi yang dilakukan oleh trader/investor dapat dipantau dan dikenakan pajak sesuai ketentuan.</li>
</ol>
Bagaimana dengan transaksi perbankan seperti transfer dan kartu kredit?
<ol>
<li>Semua jenis transaksi perbankan, termasuk transfer dan penggunaan kartu kredit, juga akan menjadi subjek pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Ini berlaku untuk transaksi apa pun, tanpa memandang nilai transaksi.</li>
<li>NIK akan digunakan sebagai NPWP dalam hal ini.</li>
</ol>
Apakah ada risiko sanksi bagi investor yang tidak tahu apa-apa?
<ol>
<li>Ya, ada potensi sanksi administratif jika investor tidak mematuhi kewajiban perpajakan. Namun, DJP biasanya memberikan kesempatan untuk memperbaiki kesalahan sebelum memberlakukan sanksi massal.</li>
<li>Sanksi yang mungkin dikenakan termasuk denda administratif dan kewajiban mengajukan Surat Pemberitahuan (SPT). Oleh karena itu, penting bagi semua investor untuk memahami kewajiban perpajakan dan memastikan mereka memiliki NPWP yang valid.</li>
</ol>
Terima kasih

PPh 21 Bukan Karyawan

Hai rekan,
Untuk pembayaran PPh 21 untuk 100 NPWP bukan karyawan yang harus disetor pada 1 masa yang sama, Anda dapat melakukan pembayaran sekaligus. Ini disebabkan oleh ketentuan PPh 21 yang menyebutkan bahwa pembayaran PPh 21 dapat dilakukan sekaligus, sehingga Anda tidak perlu membuat 100 id billing berbeda-beda.
&nbsp;
Terima kasih

Saya mau nanya utk PPh21 Bukan Karyawan jika ada 100 NPWP yg harus disetor pada 1 masa yg sama apakah bisa disetor sekaligus? Maksudnya total potongan PPh 21,100 orang bukan karyawan itu dibuatkan 1 id billing saja. Apakah ada kaitannya nanti dgn bukti potong ?&nbsp;

susi

PKP&nbsp;(Pengusaha Kena Pajak) adalah status yang diberikan kepada wajib pajak yang memenuhi persyaratan tertentu. Berdasarkan&nbsp;Peraturan Menteri Keuangan No. 197 Tahun 2013, berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan:
<ol>
<li style="font-weight: var(--cib-type-body2-font-weight);">Syarat Utama Pengukuhan PKP:Penghasilan Bruto Setahun: Bagi wajib pajak pribadi maupun badan yang memiliki penghasilan bruto setahun lebih dari&nbsp;Rp4,8 miliar, wajib mengajukan pengukuhan PKP.
<ul>
<li>Jika penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar setahun, ada dua pilihan:
<ul>
<li>Tidak Wajib Menjadi PKP: Wajib pajak tidak diwajibkan menjadi PKP.</li>
<li>Tetap Bisa Mengajukan Pengukuhan PKP: Meskipun penghasilan di bawah batas tersebut, wajib pajak tetap dapat mengajukan diri sebagai PKP.</li>
</ul>
</li>
<li>Pengajuan Pengukuhan PKP: Pengajuan dapat dilakukan di&nbsp;Kantor Pelayanan Pajak (KPP)sesuai dengan area tempat tinggal atau usaha berada.</li>
</ul>
</li>
</ol>
&nbsp;
<ol start="2">
<li style="font-weight: var(--cib-type-subtitle2-stronger-font-weight);">Syarat Umum Pengukuhan PKP:
<ul>
<li>Formulir Pengukuhan PKP</li>
<li>Fotokopi Identitas Diri Seluruh Pengurus: KTP untuk WNI dan Paspor/KITAS/KITAP untuk WNA.</li>
<li>Fotokopi NPWP Seluruh Pengurus</li>
<li>Fotokopi Akta Pendirian (untuk Pusat) dan Surat Keterangan Penunjukan dari Kantor Pusat (untuk Cabang).</li>
</ul>
</li>
</ol>
Jadi, jika pengusaha memenuhi syarat utama pengukuhan PKP, sebaiknya segera mendaftarkan diri sebagai PKP untuk menghindari masalah di masa mendatang.

apakah bisa wajib pajak orang pribadi tidak mau menjadi PKP? krn penghasilan diatas 4.8m dikarenakan ada pemotongan pph 23 yg dipinjam untuk transaksi oleh PT wajib pajak op

PEMBERITAHUAN NPPN 

Selamat pagi,bapak,ibu. izin bertanya:
Sesuai dgn pmk 54/pmk.03/2021 tgl 31/5/2021 pasal 5, wp op yg melakukan kegiatan usaha dan / atau pekerjaan bebas dgn peredaran bruto di bawah Rp. 4,8 M setahun dapat melakukan pencatatan tanpa pemberitahuan NPPN. tanya :
1. apakah wp op semata-mata dgn status hanya PEGAWAI SWASTA, WAJIB menyampaikan NPPN sebelum akhir maret 2024 ini.(penghasilan dari gaji di bawah Rp. 4,8 M setahun)
2. apakah penghasilan dari gaji pegawai termasuk kategori pekerjaan bebas?
3. wp op yg melakukan kegiatan usaha UMKM, apakah bisa mengajukan surat keterangan bebas pemotong (SKB) untuk PPh pasal 21 ?
mohon pencerahannya. Terima kasih.🙏
&nbsp;
&nbsp;

baik, bapak/ibu Reviarmana
terima kasih atas pencerahannya🙏

<ol>
<li>
Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) yang merupakan pegawai swasta dan memiliki penghasilan di bawah Rp. 4,8 juta per tahun wajib menyampaikan NPPN sebelum akhir Maret 2024 ini, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini berlaku untuk penghasilan dari pekerjaan yang telah dikenakan pajak final.
</li>
<li>
Penghasilan dari gaji pegawai termasuk kategori penghasilan dari pekerjaan yang telah dikenakan pajak final, bukan termasuk kategori pekerjaan bebas.
</li>
<li>
WP OP yang melakukan kegiatan usaha UMKM dapat mengajukan Surat Keterangan Bebas Pemotongan (SKB) untuk PPh Pasal 21, asalkan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. SKB ini dapat digunakan untuk meminta kepada pihak pemotong pajak untuk tidak melakukan pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh WP OP tersebut.
</li>
</ol>

Topic Lainnya

Langganan Info Terbaru